taman kita

taman kita

Rabu, 31 Desember 2008

KEGAGALAN ISRAEL TERHADAP PALESTINA


Ketika George Bush, Presiden AS pertama kali memasuki Gedung Putih sebagai Komandan Nomor Satu AS pada tahun 2001, orang-orang Palestina tengah meregang nyawa dalam aksi infitifadhah al-Aqsha. Delapan tahun kemudian, ketika Bush akan meninggalkan Gedung Putih, hal yang serupa terjadi: orang-orang Palestina kembali tewas sebagai tebusan agresi keji yang dilancarkan Israel, pelakunya masih sama selama 60 tahun terakhir ini, yaitu Israel. Dan, AS, dari dulu sampai sekarang, tetap pada pendiriannya, mendukung Israel dengan segala argumennya.

Apa yang dilakukan oleh Israel sekarang ini, sama persis pula dengan apa yang mereka lakukan terhadap pasukan Hizbullah di Lebanon tahun 2006 silam. Tapi, alih-alih bisa menghancurkan Lebanon, malah Hizbullah memenangkan pertempuran yang berat sebelah itu, dan mereka menjadi symbol kebangkitan dunia Arab. Israel, dengan agresinya terhadap Jalur Gaza sekarang ini akan melakukan kembali kesalahannya.

Jelas sudah Israel berharap bahwa Palestina akan menerima penjajahan Israel—mengingat sekarang Palestina sudah kehilangan lebih dari separuh fungsi sosialnya. Tetapi, jika Palestina berusaha melawan, seperti yang kini ditunjukan oleh Hamas, negara Yahudi itu akan kembali babak belur, sama halnya dengan kejadian di Lebanon dua tahun lalu. Israel harus belajar bahwa kekuatan militer tak akan pernah bisa menghentikan gerakan perlawanan dunia Islam, dalam hal sekarang ini, Palestina.

Faktor Media

Sementara militer Israel khusyuk membombardir 1.5 juta penduduk Gaza, media menyaksikan sebuah dilema simalakama—karena di satu sisi mereka terluka mengabarkan semua itu, namun di sisi lainnya, mereka juga berusaha mencari-cari pembenaran atas ulah sang agresor barbar itu.

Tapi, tak ada yang mengejutkan dalam hal ini; orang-orang Israel sudah memperkirakan semua opini media massa terhadap aksinya, juga karena yang terpenting, Israel sudah jauh-jauh hari (selama enam bulan lebih) membuat kerja sama dengan negara-negara Arab.

Beredar sebuah pertanyaan di kalangan pers AS; apakah sebuah terorisme atau agresi terhadap penduduk sipil bisa dibenarkan? Jawabannya jelas tidak sama dengan kejadian 150 tahun lalu ketika Yahudi dibantai Nazi Jerman—dibandingkan dengan orang-orang Palestina sekarang ini. Negara-negara yang kuat secara militer seperti Israel, AS, Rusia, Cina selalu menyebut korban perjuangan sebagai teroris.

Tapi negara-negara ini gagal mengenali jenis teror yang terjadi di Chechnya, penyembelihan Palestina, represi Tibet dan pendudukan AS atas Iraq dan Afghanistan. negara-negara adidaya, selalu seperti biasanya jumawa dalam mendefinisikan semua arti perlawanan; yang mereka beri label dalam satu stigma—teroris. Dan media-media yang ada sekarang, apa lacur, dipunyai oleh mereka, dan media-media ini lah yang menyebarkan stigma dan citra itu ke seluruh penjuru dunia.

Perlawanan setengah hati

Para negara kolonial selalu menggunakan cara licik yang sama selama berabad-abad dalam menaklukan sebuah wilayah yang alot untuk ditaklukan; mereka menyerang penduduk sipil terlebih dahulu. Ini akan membuat semua elemen pembela tanah yang bersangkutan menjadi patah arah, putus asa dan merasa membentur tembok besar ketika harus konsisten melakukan perlawanan.

Hal inilah yang tidak akan pernah dilakukan oleh orang-orang Palestina terhadap Israel, sebuah perbedaan yang jauh sekali jika dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh Israel yang tak punya rasa malu.

PLO, kemudian Hamas

Tahun 1948, ketika Israel sekonyong-konyong tanpa alasan yang jelas mendirikan sebuah negara di Palestina, 750.000 rakyat Palestina diusir dari rumahnya, dan ratusan rumah dibumihanguskan. Tanah Palestina diklaim milikinya sampai hari ini.

Sebaliknya, Palestinian Liberation Organization (PLO) yang terus digerogoti dan dijadikan mitra dalam merebut Palestina sepenuhnya, terus dijanjikan kekuasaan dan kebebasan bagi rakyat Palestina. Inilah yang membuat PLO menjadi melempem, dan malah kemudian tidak punya daya lawan apapun terhadap Israel di kemudian hari. Bahkan banyak memberi jalan kepada Israel untuk meneruskan penjajahannya dengan kemudahan kelas atas.

Ketika PLO sudah jinak, fokus Israel beralih pada Hamas. Hamas memenangkan pemilu legislatif tiga tahun lalu, karenanya Israel sadar betul, bahwa Hamas lah sebenarnya sasaran tembak untuk mendapatkan seluruh pendudukan Palestina. Dengan cara memberlakukan embargo pada Palestina dan mengizinkan Israel menjejakan kakinya di Gaza, dunia telah mengatakan pada rakyat Palestina dengan kebohongan paling besar dalam sejarah, bahwa Hamas tidak sehat untuk demokrasi Palestina.

Akibatnya, tanpa disadari oleh rakyat Palestina sendiri, mereka kemudian terjebak dalam kenyataan bahwa bukan hanya Hamas yang menjadi korban isolasi atau pengasingan dunia. Tetapi rakyat Palestina pun menjadi pesakitan. Kondisi ini semakin menjadi-jadi ketika Israel menggempur semua infrastuktur yang dimiliki oleh Palestina.

Israel, tak pelak dan tak sungkan, menghabisi semua yang ada di Palestina, polisi, rakyat, bahkan pejabat PLO sendiri yang menghamba padanya.

Kebijakan Gagal

Dalam 60 tahun terakhir, para pemimpin Israel telah menggarisbawahi bahwa satu-satunya bahasa yang dimengerti oleh orang Arab adalah kekerasan. Padahal, kenyataan sebenarnya, Israel lah yang rutin menjadikan kekerasan sebagai penyelesaian masalah. Tahun 2002, Liga Arab di Beirut dalam pertemuannya menawarkan Israel sebuah gagasan untuk mengakhiri tumpahan darah dan perjanjian damai. Israel menjawabnya dengan mengagresi Jenin dan membunuh ratusan orang di sana. Bulan lalu, Fatah meluncurkan kampanye media mengingatkan resolusi 2002, tapi dijawab dengan aksi brutal yang eksrem.

Kesimpulannya adalah Zionis Israel tidak lagi punya proyeksi yang panjang. Selanjutnya, hanya akan ada satu negara saja dalam sejarah Palestina. Dalam dekade mendatang, Israel akan berkonfrontasi dengan sebuah pertanyaan mendasar: sejarah penjajahan hanya akan bekerja jika penduduk asli ditumpas habis.

Tapi sering, seperti yang terjadi di Algeria, yang bertahan adalah mereka yang memiliki tanah aslinya. Dan Palestina tidak akan pernah rela untuk berkompromi dengan Israel. Juga tidak akan pernah menerima Israel berada dalam wilayah jengkal tanahnya. Mengaggresi Palestina sekarang ini, kolonial Israel akan segera menyerah dan angkat kaki dari bumi Palestina.

Nir Rosen Wartawan asal Beirut, Pengarang buku "The Triumph of the Martyrs: A Reporter's Journey into Occupied Iraq." (sa/aljazeera)

Sabtu, 27 Desember 2008

TANGIS DUKA GAZA


Hujan Bom di Gaza, Bantai 195 Warga Palestina
GAZA CITY - Bumi Palestina kembali membara. Setelah sempat mereda akibat gencatan senjata enam bulan, jet-jet tempur Israel kembali menghujani permukiman penduduk Palestina di seantero Jalur Gaza pada sore kemarin. Negara Yahudi tersebut meluncurkan puluhan misil dari udara dengan dalih menumpas kelompok Hamas yang menguasai Gaza sejak Juni 2007.

Seperti dilaporkan stasiun televisi Al Jazirah yang dilansir dari Reuters tadi malam, akibat serangan mendadak itu, 195 orang dilaporkan tewas dan 310 lainnya luka-luka. Sebagian di antara mereka adalah para pejuang Palestina. Namun, tidak sedikit juga ibu-ibu dan anak-anak yang menjadi korban.

Korban tewas dan luka itu berceceran di jalan. Serangan tersebut juga menyebabkan banyak bangunan dan jalan rusak dan hancur. ''Setidaknya 195 orang tewas dan 300 lainnya luka-luka akibat serangan ini,'' kata Menteri Kesehatan Hamas Bassem Naim kepada AFP.

Jubir Kepolisian Hamas Ehad Ghussein mengatakan, korban paling banyak berada di Kantor Pusat Polisi Hamas. Dia menyebutkan, sekelompok polisi sedang mengadakan upacara kelulusan taruna polisi saat serangan terjadi. Hujan bom itu juga merenggut nyawa Kepala Polisi Hamas Tawfiq Jabber. ''Sejumlah anggota regu yang selamat berlarian membantu korban dan meneriakkan Allahu Akbar, Allahu Akbar,'' katanya.

Di sisi lain Gaza, sembilan orang sipil tewas dan 30 lainnya terluka dalam serangan di tempat pengungsian Khan Younis. Di wilayah itu pula terlihat kawah besar terbentuk di tanah. Paramedis sedang mengevakuasi korban-korban ke dalam ambulans.

Saksi mata mengatakan, serangan dilakukan pesawat dan helikopter tempur saat warga akan mengakhiri aktivitas. Anak-anak juga baru saja meninggalkan sekolah mereka ketika jet-jet tempur Israel melintasi langit Gaza. Said Masri, 57, seorang penjaga toko, mengungkapkan bahwa saat misil maut berjatuhan, kepanikan langsung pecah di mana-mana. Anak-anak berlari kebingungan. Para ibu menghambur ke jalanan untuk mencari anak-anak mereka. ''Israel membakar kota ini semudah saya membakar rokok,'' ungkap Masri sambil mencari putranya yang berusia 9 tahun. Pelabuhan Gaza dan instalasi keamanan Hamas dilaporkan hancur.

Wartawan BBC di Gaza melaporkan, bandar laut Kota Gaza dan instalasi-instalasi keamanan kelompok Hamas rusak berat. ''Asap hitam akibat serangan itu mengepul di seantero kota Gaza,'' lapornya melalui sambungan telepon.

Juru Bicara Militer Israel Avi Benayahu mengonfirmasi bahwa mereka telah melancarkan serangan-serangan udara dan mengatakan bahwa sasaran-sasarannya adalah ''infrastruktur teroris''. Dia menegaskan, pengeboman itu baru langkah awal. ''Ini hanya awal operasi yang dilancarkan setelah keputusan kabinet. Kami belum memastikan berapa lama akan berlangsung dan kami akan beraksi berdasar situasi di lapangan,'' kata Benayahu.

Pengeboman itu, lanjut dia, merupakan balasan dari serangan roket yang dilancarkan kelompok militan di Gaza ke Israel beberapa hari terakhir.

Menteri Pertahanan Israel Ehud Barak dalam jumpa pers menyatakan, serangan akan terus ditingkatkan jika kondisi di lapangan membutuhkan. ''Ada waktu untuk tenang dan ada waktu untuk berperang. Dan, sekarang adalah waktu untuk berperang,'' tegasnya.

Serangan udara Israel kemarin memang yang paling dahsyat dalam sepuluh tahun terakhir. Dari Jerusalem, wartawan BBC Paul Wood melaporkan, beredar kabar bahwa serangan udara akan diikuti dengan serangan darat.

Lawan-lawan Israel langsung meradang. Para pemimpin Hamas menyerukan serangan balasan, termasuk serangan bunuh diri. ''Kami akan membalas sampai titik darah penghabisan,'' tegas Juru Bicara Hamas Fawzi Barhoum. Imbauan itu langsung disambut dengan tembakan roket-roket pejuang Palestina di Qassam ke wilayah Israel. Seorang wanita tewas dan empat warga Israel terluka akibat serangan roket itu di kota Israel, Netivo.

Aksi solidaritas muncul di Tepi Barat, wilayah lain yang dihuni penduduk Palestina, dan negara-negara Arab. Ratusan warga Jordania dengan marah mendatangi kantor perwakilan PBB di kota Amman. ''Hamas, jangan menyerah. Kalian adalah kanon dan kami siap menjadi peluru-peluru kalian,'' teriak mereka sambil mengibar-ngibarkan bendera hijau Hamas.

Di Beirut, puluhan pemuda memenuhi jalan-jalan sambil menembakkan senjata ke arah wilayah Israel. Sementara itu, di kamp pengungsi Palestina di Yarmouk, Syiria, ratusan orang meminta negara-negara Islam bersatu melakukan serangan balasan ke Israel.

Dari Tepi Barat, Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas mengutuk serangan Israel. Pemimpin faksi Fatah yang diusir dari Gaza oleh Hamas pada 2007 itu mendesak semua pihak untuk menahan diri.

Mesir yang berbatasan langsung dengan kota Gaza juga mengutuk keras aksi brutal itu. Kantor Kepresiden Mesir dalam pernyataannya yang dikutip kantor berita MENA tadi malam mengimbau agar diberlakukan kembali gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza. Mesir juga menuntut Israel bertanggung jawab atas korban tewas dan cedera akibat serangan itu. ''Mesir akan terus melakukan kontak-kontak untuk menciptakan iklim yang kondusif guna mengembalikan masa tenang dan mencapai rekonsiliasi antarfaksi Palestina,'' katanya.

Pernyataan Kantor Presiden Mesir juga menyebutkan, Presiden Husni Mubarak telah memerintahkan agar pintu penyebarangan Rafah di perbatasan antara Mesir dan Gaza yang ditutup akibat blockade Israel agar dibuka untuk para korban Palestina. Selain itu, fasilitas-fasilitas medis Mesir disediakan untuk melayani semua korban serangan udara Israel.

Sekretaris Liga Arab Amr Mussa menyatakan akan menggelar pertemuan mendadak hari ini untuk membahas agresi Israel itu. Dia juga meminta Libya, anggota liga Arab yang juga menjadi anggota Dewan Keamanan PBB, meminta ada pertemuan mendadak untuk membicarakan serangan tersebut.

Pada bagian lain, AS dan sekutunya, seperti biasa, memberikan komentar yang mengartikan bisa memahami tindakan yang diambil Israel. ''Kami meminta Israel untuk menghindari korban sipil dalam tindakan mereka memburu para teroris,'' bunyi pernyataan resmi gedung putih.

AS TAKUT MAINAN ANAK-ANAK

Militer AS di Irak terjangkit penyakit fobia berlebihan, hingga harus melarang mainan anak-anak berbentuk senjata api. Militer AS merilis video-video dan memasang pengumuman isinya mengingatkan para orang tua di Irak tentang bahaya memberikan mainan "tembak-tembakan" pada anak-anak.

Mengikuti perintah AS, otoritas berwenang di Irak akhirnya juga memberlakukan larangan terhadap mainan anak-anak berbentuk senjata, bahkan meminta anak-anak di seluruh Irak yang sudah terlanjur memilikinya menyerahkan senjata mainannya.

Pemerintah Irak dan militer AS berdalih, larangan itu merupakan bagian dari upaya mencegah penyalahgunaan mainan anak-anak menjadi senjata betulan. "Setiap hari, mainan anak-anak berbentuk senjata api hampir serupa senjata api asli," kata Letnan Kolonel Haydar Muwalim.

Ia menambahkan, "Kami tahu, mainan itu tidak bisa mengeluarkan peluru. Tapi ada cukup alasan bagi pihak militer untuk mengambil langkah yang lebih serius, jika tiba-tiba ada seorang anak yang menodongkan senjata pada tentara, tentara-tentara itu tidak punya cukup waktu untuk memutuskan apakah senjata itu mainan atau senjata asli."

Alasan semacam itu tentu saja tidak dipahami anak-anak Irak. Ibrahim Ayat seorang anak Irak berusia 12 tahun menangis ketika ia dilarang bermain dengan mainan pistol-pistolan favoritnya.

"Kami tidak boleh main di jalan karena berbahaya. Kami tidak boleh ke taman karena mungkin ada orang yang akan meledakkan bom. Sekarang kami tidak bisa main dengan mainan kami karena tentara-tentara tidak suka melihatnya," kata Ayad sambil menangis.

"Kenapa anak-anak di Irak tidak boleh main dengan mainan yang mereka suka seperti anak-anak lainnya di dunia," keluh Ayad.

Beberapa orang tua di Irak juga tidak mempedulikan larangan itu. Mereka menolak membuang atau menyerahkan mainan pistol-pistolan milik anak-anak mereka. "Saya tidak merasa bersalah memberikan mainan pistol-pistolan," kata Abu Karim, ayah dengan dua anak.

Studi yang dilakukan oleh Association of Psychologists of Iraq (API) baru-baru ini menunjukkan bahwa aksi-aksi kekerasan di Irak telah mempengaruhi anak-anak Irak yang hidup ditengah suara tembakan senjata, peluru, kematian dan rasa takut.

Tapi yang fobia sebenarnya adalah tentara-tentara AS. Belum lama ini, tentara AS meringkus seorang anak Irak yang mengacungkan senjata mainannya ke arah mereka. Anak itu dibebaskan setelah dipastikan bahwa senjata yang ia bawa cuma mainan.

Kamis, 11 Desember 2008

MALCOLM X


Malcolm x yang memiliki nama asli Malcolm Little lahir di Omaha, 19 Mei 1925. Ayahnya adalah seorang Pendeta Baptis bernama Earl Little yang juga aktivis Universal Negro Improvement Association (UNIA). Ibunya bernama Louise little. Malcolm memiliki 5 orang saudara seibu dan 3 saudara lain ibu.

Masa kecilnya dihabiskan di Lansing, Michigan. Keluarganya tinggal di sebuah ladang dengan kondisi yang memprihatinkan. Apalagi setelah ayahnya terbunuh oleh Ku Klux Klan di tahun 1931. Keluarga Little ini berantakan. Ibunya masuk rumah sakit jiwa. Malcolm bersaudara harus tinggal di panti asuhan dan sebagian lagi tinggal di bersama orang lain. Malcolm sendiri sempat empat kali tinggal di empat keluarga berbeda.

Ketika SMP, Malcolm tergolong siswa yang pandai. Bahkan ia bercita-cita ingin menjadi pengacara. Namun, menurut guru Bahasa Inggrisnya, Ostrowski, cita-cita itu sangat tidak realistis bagi seorang anak negro. Gurunya itu menyarankan agar ia mengejar karir sebagai tukang kayu saja. Kenyataan pahit ini membuat Malcolm frustasi. Dengan membawa rasa frustasi itu, pada tahun 1941 ia pindah ke Boston ikut kakaknya seayah yang bernama Ella.

Di Boston ia salah bergaul. Teman barunya, Shorty, mengajaknya menjadi tukang semir sepatu di sebuah balai dansa. Namun, mereka -bersama Sophia, pacar Malcolm yang berkulit putih– punya pekerjaan sampingan sebagai calo dan pelaku kriminal. Mulai dari mecuri hingga menggarong. Bahkan, Malcolm menjadi seorang pecandu narkotika. Sampai kemudian polisi menangkap mereka. Malcolm masuk bui.

Tujuh tahun tinggal di penjara –dari tahun 1946-1952– menjadi berkah bagi Malcolm remaja. Ini titik balik pertama dalam hidupnya. Atas dorongan teman satu selnya, Bimbi, Malcolm remaja belajar membaca dan menulis. Ia melalap buku-buku yang ada di perpustakaan penjara. Bahkan, ia ikut berbagai kursus korespondensi.

Pada tahun 1948, adiknya Reginald menyatakan bisa mengeluarkan Malcolm dari penjara dengan syarat ia berhenti merokok dan berhenti makan daging babi. Reginald berusaha mengislamkan Malcolm dan mengajaknya masuk ke dalam barisan Back Muslims atau The Nation of Islam yang didirikan oleh Elijah Muhammad.

Ajaran Elijah Muhammad menarik minat Malcolm yang mengaku dirinya atheis. Ia setuju masuk The Nation of Islam yang bertujuan memisahkan ras kulit hitam dari ras kulit putih. Bahkan, Malcolm percaya betul dengan ajaran Elijah bahwa orang kulit putih bertabiat jahat dan tidak bisa dipercaya. Sebagai tanda keanggotaan, ia memakai nama Malcolm X. X adalah simbol yang dipakai pengikut Black Muslims untuk menyatakan bahwa mereka adalah generasi yang hilang. Manusia yang tercerabut dari asal-usulnya akibat perdagangan manusia yang dilakukan oleh orang kulit putih. Mereka diculik dari Afrika, dibawa dan dijual di Amerika sebagai budak.

Tahun 1952 Malcolm bebas bersyarat. Ia bekerja di pabrik mobil dan tinggal bersama kakaknya, Wilfred, yang juga anggota Black Muslims. Kemudian ia menemui Elijah Muhamamad di Chicago. Malcolm belajar Islam dan ajaran The Nation of Islam langsung dari sang pendiri. Setahun kemudian Malcolm kembali ke Boston untuk mengorganisasikan sebuah masjid. Atas keberhasilannya itu, ia diangkat menjadi imam Masjid Tujuh (Temple Seven) di Harlem.

Selama sepuluh tahun kemudian The Nation of Islam berkembang pesat. Masjid bertambah sebagaimana bertambahnya pengikutnya. The Nation of Islam menjadi gerakan nasional berpengaruh. Malcolm menjadi juru bicara utama gerakan pemisahan warga kulit hitam dari warga kulit putih yang dicita-citakan Elijah Muhammad.

Tahun 1958 Malcolm menikahi Betty X. Dari pernikahan selama 7 tahun mereka dikaruniai 4 orang anak: Attilah, Qubilah, Illyasah, dan Amiliah.

Tahun 1959 gerakan The Nation of Islam dikenal secara nasional. Malcolm X pun mendapat publikasi yang luar biasa, melebihi Elijah Muhammad sang pendiri. Bahkan, media massa menyebut Malcolm X sebagai simbol kebencian rasial.

Elijah khawatir akan popularitas Malcolm X. Ia tak ingin pengaruh Malcolm semakin kuat. Karena itu, ia menarik dukungan. Ketika hubungan mereka semakin renggang, Elijah memecat Malcolm X dari The Nation of Islam. Bahkan, ia memerintahkan orang untuk membunuh Malcolm X.

Setelah keluar dari The Nation of Islam, Malcolm X mendirikan organisasinya sendiri. Ia juga melakukan perjalanan haji ke Mekkah. Di Tanah Suci terbukalah cakrawala pikirannya. Ia baru tahu ajaran Islam yang sesungguhnya. Kebencian terhadap ras kulit putih adalah pemikiran yang keliru. Islam tidak membeda-bedakan warna kulit.

Kebencian yang timbul antara kaum negro dan kaum kulit putih di Amerika bukanlah masalah perbedaan warna, tetapi karena kesalahan sikap dan perilaku. Karena itu, Malcolm X sadar bahwa satu-satunya cara mengatasi pertikaian rasial adalah dengan menerima prinsip kesamaan derajat manusia dan keesaan Tuhan. Inilah kebenaran yang diabaikan oleh bangsa kulit putih Amerika.

Setelah berhaji dengan penuh kontemplasi, Malcolm X bersalin nama menjadi El Hajj Malik El Syabazz. Selama menjadi tamu pribadi Pangeran Faisal, Malik El Syabazz banyak berdiskusi tentang perbandingan ajaran Elijah Muhammad dengan ajaran Islam yang sebenarnya. Ia sadar betul ajaran Elijah keliru. Selama berhaji ia merasa dirinya sebagai manusia yang utuh. Itu perasaan yang tidak pernah dirasakannya selama hidup di negerinya, Amerika. Di Mekkah semua orang saling menghargai dan tidak mempermasalahkan warna kulit.

Pada perjalanan keduanya ke Timur Tengah di tahun 1964, Malik El Syabazz menyempatkan diri berkunjung ke Afrika, negeri leluhurnya. Selama delapan pekan dia beraudiensi dengan Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, Presiden Nigeria Nnamoi Azikiwe, Presiden Tanzania Julius K. Nyarere, Presiden Guinea Sekou Toure, Presiden Kenya Jomo Kenyatta, dan Perdana Menteri Uganda Milton Obote. Ia juga bertemu dengan para pemimpin agama berkebangsaan Afrika, Arab, dan Asia, baik muslim dan non-muslim.

Sepulangnya ke Amerika, ia punya perspektif yang berbeda dari sebelumnya. Ia kembali melakukan dakwahnya. Kali ini ia menyerukan kebenaran sejati yang ditemukannya di Mekkah. Kepada teman-temannya yang beragam –ada Kristen, Yahudi, Budha, Hindu, Atheis, sosialis, kapitalis, komunis, kaum moderat, konservatif, dan ekstremis-ia katakan manusia akan memperoleh kedamaian sejati jika mau menyerahkan diri kepada Allah Sang Pencipta.

Namun, perubahan pemikiran itu bukan tanpa risiko. Malik El Syabazz dibayang-bayangi orang yang ingin membunuhnya. Khususnya orang-orang dari The Nation of Islam. Pada hari Ahad, 21 Februari 1965, Malik El Syabazz terbunuh. Tiga orang yang duduk dekat panggung menembaknya saat ia berpidato di sebuah pertemuan organisasi persatuan orang-orang Amerika Hitam di Harlem. Malik El Syabazz menghadap Allah swt. sebagai seorang muslim yang tercerahkan.

BEDAH PEMIKIRAN AMROZI CS


"DARAH SYUHADA TAK PERNAH KERING."
Kematian ketiga mujahid di tangan eksekutor indonesia meninggalkan kesan tersendiri ketika kita sedang butuh tokoh dan peristiwa besar. Terlebih kematian mereka diiringi dengan berbagai keajaiban "karomah" seperti wajah yang tersenyum, tiga burung hijau yang terbang diatas rumah, munculnya lafal Allah dilangit rumah, tumbuhnya tumbuhan tak dikenal di samping kuburnya, dll. Semua itu meninggalkan ketakjuban sekaligus tanda tanya; haruskah setiap syahid harus diiringi karomah?
Kini, semangat yang menggebu dikala pemakaman ketiga mujahid itu berangsur sirna. Pemikiran ketiga mujahid itu pun menguap tanpa ada yang mau menggali setelah semua orang kembali terlelap.
Perlu diingat, semangat yang menggebu dikala pemakaman itu pun baru sebatas semangat tubuh. Banyak yang belum memahami bagaimana sebenarnya ide perjuangan ketiga Syuhada (insyaAllah) itu.
Secara kebetulan saya menemukan satu kajian yang utuh tentang ini. kajian yang akan mengajak kita memahami pemikiran mereka. Kalau yang selama ini menilai mereka khawarij, benarkah demikian? Kalau yang selama ini bermodal semangat membabi buta membela mereka, tak adakah yang perlu diluruskan dari perjuangan mereka selama hidup? Bagi yang sudah paham Islam, bagaimana sebenarnya ide pemikiran mereka dan bagaimana kita melanjutkan perjuangan mereka dalam li i'lai kalimatillah?

IKUTI....
BEDAH PEMIKIRAN AMROZI CS BERSAMA UST ABU RUSYDAN, DI MASJID BAITUL MAKMUR, SOLO BARU. AHAD, 21 DESEMBER 2008, PUKUL 08.30-11.45 WIB.
GRATIS LHO...

Rabu, 03 Desember 2008

IBU

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh

Lewati rintang untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan

Walau tapak kaki, penuh darah... penuh nanah



Seperti udara... kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas...ibu...ibu



Ingin kudekat dan menangis di pangkuanmu

Sampai aku tertidur, bagai masa kecil dulu

Lalu doa-doa baluri sekujur tubuhku

Dengan apa membalas...ibu...ibu....



Seperti udara... kasih yang engkau berikan

Tak mampu ku membalas...ibu...ibu

Oleh: Iwan Fals

Teriak

Aku ingin berteriak
badanku kaku
otakku kelu
mulutku tak mampu berkata-kata
aku keliru

Selasa, 02 Desember 2008

JALUR GAZA


Jalur Gaza atau sering disebut dengan Gaza adalah nama wilayah yang terletak di Timur Tengah, tepatnya di Palestina, sebelah barat daya Palestina ’48 (wilayah Palestina sebelum perang tahun 1948). Sebelah selatan berbatasan dengan Mesir, sebelah barat, timur dan utara berbatasan dengan wilayah Palestina ’48.

Gaza merupakan wilayah yang bentuknya memanjang dan sempit. Panjang wilayahnya 45 km, lebar 5,7 km di beberapa bagian dan 12 km di bagian yang lain yaitu berbatasan dengan Mesir. Sehingga jika dijumlah, luas Jalur Gaza adalah 365 km persegi.

Bagi Kaum muslimin, Gaza merupakan negeri yang bersejarah, negeri perjuangan dan negeri syuhada’, karena banyaknya rakyat Gaza yang syahid di jalan Allah, mulai dari bayi, anak-anak, remaja, hingga nenek-nenek dan kakek-kakek yang dibunuh tentara Zionis Iarael.

Gaza akan selalu diingat dan dikenang khususnya bagi mereka yang mencintai keluarga Rasulullah saw, bagi mereka yang menjadi pengikut mazhab Imam Syafi’i, bagi mereka yang berjuang dan melanjutkan perjuangan Imam Hasan Al Banna dengan gerakannya yang terkenal, Al Ikhwan Al Muslimin.

Datuk Rasulullah saw, Muhammad bin Abdillah, wafat dan dikubur di Gaza. Datuk Rasulullah saw namanya adalah Hasyim bin Abdu Manaf. Beliau adalah orang tua dari kakek Rasulullah saw, Abdul Muththalib yang terkenal dengan sebutan Syaibah karena ada segumpal rambut putih di kepalanya.

Imam Syafi’i, murid Imam Malik, pendiri mazhab Syafi’i, lahir pada bulan Rajab tahun 150 H (767 M) di Gaza, hari kelahiran Imam Syafi’i bertepatan dengan hari wafatnya Imam Abu Hanifah di Baghdad dan wafatnya Imam Ibnu Juraij Al Makky, seorang alim besar di kota Makkah, dikenal dengan Imam Ahli Hijaz.

Imam Syafi’i, nama lengkapnya Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’i bin Saib bin Ubaid bin Abu Yazid bin Hasyim bin Abdul Muththalib bin Abdu Manaf bin Qushaiy. Silsilah dari jalur ibunya, Fathimah binti Abdullah bin Al Hasan bin Husain bin Ali bin Abi Thalib (paman Nabi saw).

Bagi umat Islam yang mengikuti mazhab imam Syafi’i seharusnya memiliki kepedulian yang tinggi terhadap Gaza, kota kelahiran Iman Syafi’i, yang saat ini penduduknya sedang disiksa secara masal oleh Zionis Israel dengan cara blokade.

Akibat blokade yang diterapkan penjajah Zionis Israel terhadap rakyat Gaza, maka kebutuhan pokok berupa makanan, susu untuk bayi, obat-obatan dan BBM (Bahan Bakar Minyak) tidak dapat masuk Gaza.

Berbagai obat-obatan yang dibutuhkan rakyat sudah menipis dan sebagian sudah habis. Jenis obat yang habis tersebut diperkirakan berjumlah 160 jenis. Sekitar 90 alat kedokteran sudah tidak dapat dipakai lagi karena tidak ada suku cadang yang dapat digunakan untuk memperbaikinya

Apabila “kejahatan kemanusiaan” ini dibiarkan terus, tanpa ada yang mau dan mampu mencegahnya, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi tragedi kemanusian di abad modern.

Gaza adalah tempat yang pernah dikunjungi oleh Mursyid ‘Am Al Ikhwan Al Muslimin, Imam Hasan Al Banna, didampingi Ustadz. Abdah Qasim, Sa’duddin Al Walili dan Syekh Muhammad Farghali, Jum’at, 1948.

Imam Hasan Al Banna datang langsung ke kota Gaza, Palestina ditengah kesibukannya dalam berdakwah, untuk memberikan semangat kepada pasukan Al Ikhwan Al Muslimin yang berjihad di Palestina dan memberikan dukungan serta bantuan nyata kepada rakyat Palestina yang sedang berjuang melawan penjajah.

Ketika berada di kantor cabang Ikhwan, di kota Gaza Hasyim, Palestina, Imam Hasan Al Banna menulis kalimat singkat dibuku tamu yang tersedia. Kalimat tersebut tertulis dengan jelas: Hari ini, aku mengunjungi Kantor Cabang Ikhwan di kota Gaza Hasyim. Aku mempertanyakan asal-usul nama ini, Gaza Hasyim. Seseorang berkata kepadaku bahwa Hasyim adalah kakek Rasulullah saw yang kuburannya terdapat di kota Gaza.

Sekarang di Gaza, Palestina, negeri tempat dikuburnya datuk Rasulullah saw, Hasyim bin Abdu Manaf, tempat lahirnya Imam Syafi’i, tempat yang pernah dikunjungi Imam Hasan Al Banna, penduduknya sedang menderita, gelap gulita setiap hari karena pasokan BBM untuk listrik dihentikan Zionis Israel, anak-anak hidupnya tercekam, ketakutan, kebutuhan pokok makin menipis, makanan sulit didapat, penderitaan tersebut akibat blokade yang dilakukan penjajah Zionis Israel.

Disamping itu, dengan adanya tembok pemisah yang tingginya 8 m dan dalamnya 6 m dari permukaan tanah, tembok pemisah dikenal dengan nama “tembok rasialis” atau “tembok apharteid”, praktis penjajah Zionis Israel telah memenjarakan dan mengurung penduduk Gaza yang berjumlah sekitar 1,5 juta orang di kawasan yang luasnya 365 km persegi.

Sungguh sangat menyedihkan, sangat memilukan, betapa tidak? Umat Islam yang berjumlah sekitar 1,3 milyar tidak mampu menghentikan kebiadaban dan kezaliman yang dilakukan penjajah Zionis Israel di Gaza, Palestina.

Kezaliman yang dilakukan penjajah zionis Israel sampai kini masih terus berlanjut, bahkan mereka juga melakukan politik adu domba, politik devide et impera diantara rakyat Palestina.

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ ﴿١٠﴾

Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat. (QS:Al Hujuraat: 49 :10).

Apakah kita membiarkan saja rakyat Palestina ditindas, dijajah, dizalimi Zionis Israel? Lantas dimana ukhuwah kita? Dimana solidaritas kita? Dimana keimanan kita?

Rasulullah saw pernah bersabda:

Tidak beriman seseorang dari kamu sehingga ia mencintai saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri. (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas ra).

Barangsiapa menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu kesusahan di hari kiamat. Barangsiapa menutup aib seorang muslim, niscaya Allah akan menutup aibnya di hari kiamat. Allah selalu menolong hamba selama dia menolong saudaranya. (HR. Muslim).

Sekarang, marilah kita buat sejarah yang baik, sejarah yang akan bermanfaat untuk kita dan anak cucu dikemudian hari, sejarah yang dapat menghibur dan menyenangkan hati saudara-saudara kita di Gaza khususnya dan Palestina umumnya.

Caranya? Bantu mereka dengan doa! Dengan dana! Dengan tulisan dan lisan! Tunjukkan rasa empati dan peduli terhadap perjuangannya! Jangan membeli makanan dan minuman serta produk lainnya yang keuntungannya diberikan untuk Zionis Israel.

Jika tidak mau membantu, jangan buat mereka sakit hati dengan prilaku borju, hedonis, materialis yang dipertontonkan secara vulgar tanpa ada perasaan malu.

Senin, 24 November 2008

"PAHLAWAN" VERSI PKS



Bulan November 41 tahun lalu, Jenderal Suharto yang telah sukses mengkudeta Bung Karno, mengirim satu tim ekonomi yang terdiri dari Prof. Sadli, Prof. Soemitro Djoyohadikusumoh, dan sejumlah profesor ekonomi lulusan Berkeley University AS—sebab itu tim ekonomi ini juga disebut sebagai ‘Berkeley Mafia’—ke Swiss. Mereka hendak menggelar pertemuan dengan sejumlah konglomerat Yahudi dunia yang dipimpin Rockefeller.

Di Swiss, sebagaimana bisa dilihat dari film dokumenter karya John Pilger berjudul “The New Ruler of the World’ yang bisa didownload di situs youtube, tim ekonomi suruhan Jenderal Suharto ini menggadaikan seluruh kekayaan alam negeri ini ke hadapan Rockefeler cs. Dengan seenak perutnya, mereka mengkavling-kavling bumi Nusantara dan memberikannya kepada pengusaha-pengusaha Yahudi tersebut. Gunung emas di Papua diserahkan kepada Freeport, ladang minyak di Aceh kepada Exxon, dan sebagainya. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun dirancang di Swiss, menuruti kehendak para pengusaha Yahudi tersebut.

Sampai detik ini, saat Suharto sudah menemui ajal dan dikuburkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Imogiri, di sebuah daratan dengan ketinggian 666 meter di atas permukaan laut (!?), perampokan atas seluruh kekayaan alam negeri ini masih saja terus berjalan dan dikerjakan dengan sangat leluasa oleh berbagai korporasi Yahudi Dunia. Hasilnya bisa kita lihat di mana-mana: angka kemiskinan di negeri ini kian membengkak, kian banyak anak putus sekolah, kian banyak anak-anak kecil berkeliaran di jalan-jalan raya, kian banyak orangtua putus asa dan bunuh diri, kian banyak orang gila berkeliaran di kampung-kampung, kian banyak kriminalitas, kian banyak kasus-kasus korupsi, dan sederet lagi fakta-fakta tak terbantahkan jika negeri ini tengah meluncur ke jurang kehancuran. Suharto adalah dalang dari semua ini.

Tapi siapa sangka, walau sudah banyak sekali buku-buku ilmiah yang ditulis para cendekia dari dalam dan luar negeri tentang betapa bobroknya kinerja pemerintahan di saat Jenderal Suharto berkuasa selama lebih kuarng 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen yang tak terbantahkan, namun nama Suharto masih saja dianggap harum oleh sejumlah kalangan. Bahkan ada yang begitu konyol mengusulkan agar sosok yang oleh Bung Karno ini disebut sebagai Jenderal Keras Kepala (Belanda: Koepeg) diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dan diberi gelar guru bangsa. Walau menggelikan, namun hal tersebut adalah fakta.

Sebab itu, tulisan ini berusaha memaparkan apa adanya tentang Jenderal Suharto. Agar setidaknya, mereka yang menganggap Suharto layak diberi gelar guru bangsa atau pun pahlawan nasional, harus bisa bermuhasabah dan melakukan renungan yang lebih dalam, sudah benarkah tindakan tersebut.

Fakta sejarah harus ditegakkan, bersalah atau tidak seorang Suharto harus diputuskan lewat jalan hukum yakni lewat jalur pengadilan. Adalah sangat gegabah menyerukan rakyat ini agar memaafkan dosa-dosa seorang Suharto sebelum kita semua tahu apa saja dosa-dosa Suharto karena dia memang belum pernah diseret ke muka pengadilan.

Tulisan ini akan berupaya memotret perjalanan seorang Suharto, sebelum dan sesudah menjadi presiden. Agar tidak ada lagi pemikiran yang berkata, “Biar Suharto punya salah, tapi dia tetap punya andil besar membangun negara ini. Hasil kerja dan pembangunannya bisa kita rasakan bersama saat ini. Lihat, banyak gedung-gedung megah berdiri di Jakarta, jalan-jalan protokol yang besar dan mulus, jalan tol yang kuat, Taman Mini Indonesia Indah yang murah meriah, dan sebagainya. Jelas, bagaimana pun, Suharto berjasa besar dalam membangun negara ini!”

Atau tidak ada lagi orang yang berkata, “Zaman Suharto lebih enak ketimbang sekarang, harga barang-barang bisa murah, tidak seperti sekarang yang serba mahal. Akan lebih baik kalau kita kembali ke masa Suharto…” Hanya orang-orang Suhartoislah, yang mendapat bagian dari pesta uang panas di zaman Orde Baru dan mungkin juga sekarang, yang berani mengucapkan itu. Atau kalau tidak, ya bisa jadi, mereka orang-orang yang belum tercerahkan.
Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, dari keluarga petani yang menganut kejawen. Setelah melahirkan Suharto, Sukirah (Ibunda Suharto), menghilang selama 40 hari untuk bertapa demi masa depan anaknya yang baru lahir tersebut. Kepercayaan kejawen kedua orangtuanya ini diteruskan oleh Suharto hingga menjadi presiden (Lampung Post, 22/5/2006).

Beberapa ‘laku spiritual’ Kejawen yang sering dilakukan Suharto adalah Tapa Kungkum (berendam dalam air). Tempat-tempat favoritnya antara lain di daerah Gunung Lawu, Srandil, Wonogiri, Bogor, Dieng, Danau Pacitan, Cilacap, dan lain-lain (Detik.com, 15/6/2006). Bahkan salah satu ‘laku spiritual’ Suharto yang terkenal adalah dengan menguasai ilmu Senggoro Macan, yang salah satu syaratnya adalah melakukan persetubuhan dengan perempuan di Goa Kalak, Pacitan, mengikuti kelakuan inses dari R. Prawiroyudho dengan Sang Dewi, keduanya anak dari Prabu Brawijaya V. (sumber: Liberty: www.mail-archive.com/itb@itb.ac.id/msg01925.html)

Kedekatan Suharto dengan keyakinan yang dalam kacamata akidah Islam jelas merupakan kemusyrikan ini terus dibawanya sampai dia berkuasa. Salah satu orang dekatnya adalah Soedjono Humardhani, yang di lingkungan istana dikenal sebagai salah satu ‘dukunnya’ Suharto. Bukan rahasia umum lagi jika sejumlah dukun terkenal di dalam negeri dipelihara olehnya.

Karir Suharto

Suharto sempat bekerja sebentar sebagai karyawan di sebuah bank pedesaan dan buruh. Lalu dia memulai karir militer dengan memasuki kesatuan tentara Belanda, KNIL, di Jawa Tengah. Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA. Ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan TKR.

Salah satu ‘prestasi’ kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya semasa dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta. Bahkan ‘prestasi’ ini sengaja difilmkan dengan judul ‘Janur Kuning’ (1979) yang memperlihatkan jika serangan umum itu diprakarsai dan dipimpin langsung oleh Letkol Suharto. Padahal, sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai Sultan Hamengkubuwono IX. Bahkan Kolonel Latief Hendradiningrat yang ikut memimpin pasukan dalam peristiwa tersebut memberi kesaksian jika Suharto sebenarnya tidak bertempur. “Dia malah sedang asyik makan soto babat di garis belakang yang aman…” (Pledoi Latief di Depan mahmilub, 27/6/1978).

Pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat oleh Nasution dengan tidak hormat karena Suharto telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong.

Untuk memperlancar penyelundupan ini, didirikan prusahaan perkapalan yang dikendalikan Bob Hasan. Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob menggunakan kapal-kapal ‘Indonesian Overseas’ milik C.M. Chow. Siapa C.M. Chow ini? Dia adalah agen ganda. Pada 1950 dia menjadi agen rahasia militer Jepang di Shanghai. Tapi dia pun kepanjangan tangan Mao Tse Tung, dalam merekrut Cina perantauan dari orang Jepang ke dalam jaringan komunis Asia.

Pada 1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang hengkang dari Indonesia, Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di negeri ini. Chow bukan saja membina WNI Cina di Jawa Tengah dan Timur, namun juga di Sumatera dan Sulawesi. Salah satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan. Tan merupakan sleeping agent Mao di Indonesia Timur. Pada pertengahan 1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe Liong mendirikan sejumlah pabrik di Fujian, Cina (Siapa Sebenarnya Suharto; Eros Djarot; 2006).

Nasution kala itu sangat marah sehingga ingin memecat Suharto dari AD dan menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat). Sebelumnya, Ahmad Yani juga marah dan menempeleng Suharto.

Kolonel Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagai Pangdam Diponegoro menggantikan Suharto. Pranoto, sang perwira santri, menarik kembali semua fasilitas milik Kodam Diponegoro yang dipinjamkan Suharto kepada para pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya. Suharto sangat sakit hati dan dendam kepada Pranoto, juga terhadap Nasution dan Yani.

Di SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat. Namun DI. Panjaitan menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan moralitas Suharto yang dinilainya sangat rendah dengan membuka semua catatan kotor yang pernah dilakukan Suharto dalam karir militernya, termasuk penyelundupan bersama para pengusaha Cina. Suharto sangat marah. Bertambah lagi dendam Suharto, selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, kini Panjaitan.

SARA BOKKER

Sara Bokker, dulunya adalah seorang model, aktris, aktivis dan instruktur fitness. Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serba gemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamour di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.

Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa ia selama ini sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi "tawanan" penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamour. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial dan mempelajari berbagai agama.

Sampai terjadilah serangan 11 September 2001, dimana seluruh Amerika bahkan diseluruh dunia mulai menyebut-nyebut Islam, nilai-nilai Islam dan budaya Islam, bahkan dikait-kaitkan dengan deklarasi "Perang Salib" yang dilontarkan pimpinan negara AS. Bokker pun mulai menaruh perhatian pada kata Islam.

"Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, harem dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," kata Bokker seperti dikutip dari Saudi Gazette.

Suatu hari, secara tak sengaja Bokker menemukan kita suci al-Quran, kitab suci yang selama ini pandang negatif oleh Barat. "Awalnya, saya tertarik dengan tampilan luar al-Quran dan saya mulai tergelitik membacanya untuk mengetahui tentang eksistensi, kehidupan, penciptaan dan hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan. Saya menemukan al-Quran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa saya perlu menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor," sambung Bokker.

Akhirnya, Bokker benar-benar menemukan sebuah kebenaran, ia memeluk Islam dimana ia merasa hidup damai sebagai seorang Muslim yang taat. Setahun kemudian, ia menikah dengan seorang lelaki Muslim. Sejak mengucap dua kalimat syahdat Bokker mulai mengenakan busana Muslim lengkap dengan jilbabnya.

"Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslim dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, dimana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini atau pakaian kerja yang 'elegan'," tutur Bokker.

"Orang-orang yang saya jumpai tetap sama, tapi untuk pertama kalinya, saya benar-benar menjadi seorang perempuan. Saya merasa terlepas dari rantai yang membelenggu dan akhirnya menjadi orang yang bebas," Bokker menceritakan pengalaman pertamanya mengenakan busana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Setelah mengenakan jilbab, Bokker mulai ingin tahu tentang Niqab. Ia pun bertanya pada suaminya apakah ia juga selayaknya mengenakan niqab (pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya) atau cukup berjilbab saja. Suaminya menjawab, bahwa jilbab adalah kewajiban dalam Islam sedangkan niqab (cadar) bukan kewajiban.

Tapi satu setengah tahun kemudian, Bokker mengatakan pada suaminya bahwa ia ingin mengenakan niqab. "Alasan saya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja," kata Bokker.

Sang suami mendukung keinginan istrinya mengenakan niqab dan membelikannya gaun panjang longgar berwarna hitam beserta cadarnya. Tak lama setelah ia mengenakan niqab, media massa banyak memberitakan pernyataan dari para politisi, pejabat Vatikan, kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa niqab adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai "pertanda keterbelakangan."

"Saya melihatnya sebagai pernyataan yang sangat munafik. pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para 'pejuang kebebasan' itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar," kritik Bokker.

"Sampai hari ini, saya tetap seorang feminis, tapi seorang feminis yang Muslim yang menyerukan pada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh pada suami-suami mereka agar juga menjadi seorang Muslim yang baik. Membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia."

"Menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemunkaran, untuk menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, untuk memperjuangkan hak berjilbab maupun bercadar serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya," papar Bokker.

Ia mengungkapkan, banyak mengenal muslimah yang mengenakan cadar adalah kaum perempuan Barat yang menjadi mualaf. Beberapa diantaranya, kata Bokker, bahkan belum menikah. Sebagian ditentang oleh keluarga atau lingkungannya karena mengenakan cadar. "Tapi mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri," tukas Bokker.

AMIRA MAYORGA

Amira Mayorga, lahir dari keluarga Kristen Protestan yang taat. Kakek dan neneknya seorang pastor, sementara Amira sendiri mengajar sekolah minggu untuk anak-anak. Doktrin Trinitas begitu melekat dalam kehidupan keseharian Amira.

Tak heran kalau Amira agak sulit menerima informasi tentang ajaran Islam, ketika ia bertemu dengan teman-temannya yang Muslim dan berdiskusi tentang Islam, saat ia berkesempatan berkunjung ke Washington DC empat tahun yang lalu.

Ketika itu kata Amira, teman-teman Muslimnya selalu berkata, "Saya tidak memaksa kamu untuk menjadi seorang Muslim, saya hanya menjelaskan tentang Islam." Amira sendiri tidak terlalu menaruh perhatian pada penjelasan teman-teman Muslimnya tentang Islam, Amira bahkan berpikir bahwa teman-teman Muslimnya-lah yang salah dan ia tetap menganut agamanya, Kristen Protestan.

Suatu ketika, saat berkunjung ke Guatemala, Amira bertemu dengan seseorang asal Aljazair lewat forum chatting di internet. Keduanya kemudian menjadi sahabat baik dan banyak berdiskusi tentang Islam, terutama tentang konsep ketuhanan dalam ajaran Kristen.

Amira mengakui, ia kehabisan argumen untuk mendukung konsep ketuhanan dalam Kristen. Dan itu mendorongnya menjelajahi dunia maya guna menggali banyak informasi tentang ajaran Islam.

"Saya banyak membaca tentang keindahan Islam dan mulai menyadari bahwa Yesus tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah dirinya, tapi Yesus menyerukan umatnya untuk menyembah Tuhan yang Esa.

Amira makin tertarik dengan Islam dan pada Ramadhan, ia mulai ikut berpuasa meski puasanya masih belum sempurna.

Selanjutnya, Amira banyak mengikuti kelompok-kelompok diskusi Islam di internet, mulai dari kelompok milis Amr Diab (nama seorang penyanyi asal Mesir) sampai kelompok Allah Alone. Dari dunia maya, Amira banyak bertemu Muslim dari berbagai negara, yang menjadi tempatnya untuk bertanya segala hal tentang Islam.

Amira mulai memilih nama Muslim yang akan digunakannya, tapi ia belum berani untuk mengucap syahadat. Alasannya, sebagai seorang keturunan latin Amerika, ia belum bisa meninggalkan tradisi masyarakat Latin yang tidak jauh dari pesta, minuman beralkohol dan dansa-dansi.

"Saya tidak mau masuk Islam, tapi saya masih melakukan aktivitas seperti itu. Saya berkata pada diri saya sendiri, kalau saya sudah mampu meninggalkan itu semua, saya ingin menjadi seorang Muslim," ujar Amira.

Amira mulai membaca al-Quran yang dibelinya. Suatu saat ketika minum kopi bersama seorang temannya, Amira mengatakan bahwa ia merasakan kedamaian mengikuti "filosofi" yang ada dalam ajaran Islam dan mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Tapi teman baiknya malah menjawab, " You are crazy."

Mimpi Aneh

Namun Amira tetap mempelajari Islam. Hingga suatu malam ia mimpi aneh. Dalam mimpi itu, Amira dan sahabatnya tadi berada dalam sebuah gedung yang sangat luas dan ia duduk di lantai yang sangat tinggi. Di hadapannya ada seberkas sinar yang menembus kaca jendela, dan Amira mengajak sahabatnya untuk keluar dan melihat sinar apakah itu. Sahabatnya takut, namun Amira terus membujuknya.

Sahabat Amira itu akhirnya mau keluar dan mereka menyaksikan sebuah kota yang kosong, gedung-gedung di kota itu nampak tua dan kotor. Keduanya lalu melihat seorang laki-laki datang dengan membawa cemeti. Amira dan temannya ketakutan dan pada saat itu, laki-laki dalam mimpi Amira berkata,"Kamu mengatakan bahwa kamu sudah mengetahui kebenaran, mintalah pertolongan pada Tuhan-mu dari semua ini."

Sebelum sempat menjawab, Amira terbangun dari tidurnya dan merasa tubuhnya sangat lemah, ia bahkan merasa lumpuh dan tak bisa bergerak sedikitpun. Ia menceritakan mimpinya pada salah seorang sahabat Muslimnya. Sahabatnya itu menyarakan agar Amira segera masuk Islam. Teman Amira lainnya yang beragama Katolik menganggap Amira sedang bingung dan menyarankannya untuk meminta pertolongan "Tuhan" (Yesus) untuk menemukan kedamaian sejati.

Amira masih belum tergerak hatinya untuk memeluk Islam dan kembali melakukan riset di internet tentang Islam dan bertemu dengan seorang Muslimah bernama Dina Stova yang mengirimkannya email-ermail tentang Islam. Amira masih juga mencari-cari alasan ketika Dina menanyakan mengapa ia belum juga mengucap syahadat, hingga sahabatnya itu mengatakan, "Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi, cobalah setahap demi setahap."

Mendengar perkataan Dina, Amira akhirnya menyatakan ingin masuk Islam dan langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. "Setelah mengucapkan kalimat syahadat, tiba-tiba saja saya merasakan kedamaian itu. Kedamaian hati yang selama ini saya cari dalam hidup saya. Rasanya sudah jelas, jawabannya adalah Islam. Sekarang dan selamanya, saya adalah seorang Muslimah," tukas Amira.

Namun Amira harus menghadapi tantangan berat dari keluarganya. Saudara laki-lakinya, sempat setahun tidak mengajaknya bicara setelah tahu ia memeluk Islam. Tapi Allah Maha Besar, pada 16 Oktober 2007 saudara laki-lakinya itu malah ikut masuk Islam dan mengucap dua kalimat syahadat.

Saat ini, Amira terus melakukan pendekatan pada keluarganya, agar seluruh keluarganya juga mau masuk Islam dan menerima pesan-pesan Islam yang disampaikannya. Sebuah perjuangan yang tidak ringan bagi seorang mualaf seperti Amira.

THOMAS WEBBER DAN AGAMA TERORIS

Serangan 11 September 2001 menjadi titik awal perang AS melawan teror di bumi-bumi Muslim. Invasi AS ke Irak dan Afghanistan membuat dunia percaya bahwa Islam dan Muslim identik dengan kekerasan dan terorisme. Tapi kampanye-kampanye negarif tentang Islam dan Muslim yang demikian gencar justeru membuat banyak non-Muslim di Barat yang tertarik mempelajari Islam dan tak sedikit diantara mereka yang akhirnya memilih menjadi seorang Muslim. Mereka berani mengucap dua kalimat syahadat karena yakin Islam sebenarnya adalah agama yang paling sempurna dan mengajarkan perdamaian.

Thomas Webber seorang pemuda Inggris, adalah salah satu orang yang tidak percaya begitu saja dengan kampanye hitam terhadap Islam yang dilakukan dunia Barat. Terlahir dari keluarga Kristen, Webber dan saudara-saudara kandungnya; satu orang kakak lelaki dan dua adik perempuan kembar, diwajibkan ikut sekolah Minggu oleh ibunya.

Sejak kecil, Webber memang sudah dikenal cerdas. Apa yang diajarkan di sekolah Minggu membuat Webber kecil bertanya-tanya mengapa Tuhan yang ia kenal penuh cinta kasih dan memiliki kekuatan seperti keyakinan dalam Kristen, harus membunuh anaknya untuk menanggung beban dosa-dosa manusia. Webber berpikir ajaran itu tidak masuk akal. Waktu terus berjalan, Webber pun beranjak remaja. Pada masa ini, Webber tidak lagi terlalu memikirkan konsep ketuhanan. Bagi Webber, hari-hari besar keagamaan adalah hari libur dimana ia bisa santai atau saatnya bagi-bagi hadiah. Dia memandang orang-orang yang percaya pada agama adalah orang-orang yang cara berpikirnya lemah atau bodoh, karena mereka tidak bisa membuktikan ajaran agama mereka seperti pembuktian dalam ilmu pengetahuan yang ia pelajari di sekolah.

Di ulangtahunnya yang ke-13, terjadi perubahan dalam diri Webber. Ia merasa mulai peduli lagi pada agama. Tapi bukan dalam artian ia kembali menjadi penganut Kristen yang religius. Tapi hanya meyakini bahwa ada satu kekuatan atas segala sesuatu yang ia tidak mampu melakukannya.

Webber pun mulai mempelajari bermacam-macam agama, kecuali Islam. Agama-agama yang ia pelajari membuatnya berpikir bahwa semua agama itu bertujuan untuk membuat orang menjadi lebi bermoral. Webber merasa masih ada sesuatu yang kurang dari beragam agama yang sudah ia pelajari. Pencarian atas kebutuhan jiwanya yang belum terpenuhi itupun terus ia lanjutkan.

Menemukan Kebenaran Islam

Tahun 2001, terjadilah serangan 11 September ke gedung kembar World Trade Center di New York yang membuatnya hampir tak percaya menyaksikan tragedi itu. Namun ramainya pemberitaan tentang peristiwa kelabu itu sama sekali tidak terlalu mempengaruhi kehidupannya. Perhatiannya mulai terusik ketika laporan-laporan tentang serangan itu mulai menyebut-sebut tentang teroris Islam, tindakan balasan terhadap Muslim dan dilanjutkan dengan laporan-laporan tentang serangan ke Afghanistan lalu ke Irak. Webber mulai mempertanyakan semua itu dan tergerak untuk mencari kebenaran tentang Islam.

“Saya tidak begitu saja percaya bahwa orang-orang Islam bisa menjadi teroris yang hanya bisa membunuh dan menimbulkan kebencian. Bagi saya itu sangat aneh, sehingga saya mengabaikannya. Tapi mungkin ini adalah saat ketika saya untuk pertama kalinya benar-benar merasa ingin untuk belajar agama,” kata Webber.

Di tahun keenam masa kuliahnya, Webber berkenalan dengan seorang Muslim. Dari sahabat Muslimnya itulah Webber menemukan menemukan bukti yang jelas dan nyata bahwa orang-orang Muslim adalah seperti penganut-penganut agama lain pada umumnya, dan bukan orang-orang yang brengsek dan hanya bisa melakukan kekerasan.

Sejak itu, Webber mulai serius belajar Islam. Ia diam-diam menggali berbagai informasi tentang Islam dari internet. Ia melakukannya saat sedang seorang diri, karena Webber mengaku belum siap jika ada orang yang melihatnya atau berpikir Webber sedangn mempertimbangkan masuk agama tertentu, apalagi memilih agama Islam. Tapi Webber meyakini apa yang ia baca tentang Islam, meski ia sedikit mengalami kebingungan yang membuat perjalanannya menuju Islam agak tersendat.

Pada suatu saat di Musim Panas, Webber merasa bahwa ia sudah hampir mantap untuk memilih Islam, meski masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Untunglah sahabat Muslimnya menelponnya dan butuh berjam-jam buat Webber untuk mengatakan bahwa ia bantuan sahabatnya itu.

Akhirnya, Webber berani mengatakan bahwa ia masih bingung tentang agama. Saat itu Webber masih belum mau mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam sampai ia benar-benar yakin bahwa ia harus menjadi seorang Muslim.

Kesempatan itu akhirnya datang juga. Di ulangtahunnya yang ke-20 Webber memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, beberapa hari sebelum ia berangkat ke London untuk menghadiri Konferensi ”Global Peace and Unity”.

”Malamnya, saya berusaha tidur tapi yang terdengar di telinga saya hanya suara adzan. Itulah saat-saat terindah yang pernah saya rasakan,” tukas Webber menceritakan betapa gelisahnya ia menunggu detik-detik bersejarah dalam hidupnya, mengucapkan dua kalimat syahadat.

Setelah menjadi seorang Muslim, Webber masih harus berjuang keras agar ia bisa diterima oleh keluarganya. Perjuangannya tak sia-sia, karena keluarga sekarang sudah menerimanya menjadi seorang Muslim. Tapi perjalanan Webber sebagai mualaf masih panjang.

”Sekarang saya masih belajar hadist dan alQuran dan hal-hal lainnya tentang Islam,” tandas Webber.

SEMANGAT GAZA


Jalur Gaza adalah sebuah wilayah di Palestina, luasnya sekitar 365 km persegi, dihuni oleh 1, 6 juta orang, sangat terkenal karena perjuangan rakyatnya yang tidak kenal lelah melawan penjajah Zionis Israel. Diembargo, diblokade sudah berbulan-bulan sejak kemenangan Hamas pada pemilu yang berlangsung pada hari Rabu, 25/1/2006, dikurung oleh penjajah Zionis Israel dalam tembok “Rasial”, tingginya sekitar 8 meter. Tujuannya adalah agar penduduk Jalur Gaza menyerah dan bertekuk lutut mengikuti keinginan dan skenario penjajah yaitu menggembosi kelompok perlawanan Palesina, Hamas.

Semua tindakan zalim penjajah Zionis Israel tersebut tidak berhasil menekan penduduk Jalur Gaza, bahkan saat ini terjadi perlawanan yang terus berkobar dengan semangat jihad yang tinggi dilakukan pejuang-pejuang Palestina untuk meraih kemerdekaan hakiki.

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur'an dengan jihad yang besar.(QS: Al-Furqaan/25: 52).

Penjajah Zionis Israel menjadi kalap, hilang akal sehatnya sehingga tidak mampu lagi membedakan orang tua dan anak-anak, tidak mampu lagi membedakan laki-laki dan perempuan, bayi dan orang dewasa.

Sejak tanggal 28 Februari sampai 5 Maret 2008, menurut Lembaga HAM Palestina, penjajah Zionis Israel telah melakukan aksi pembunuhan yang belum pernah dilakukannya sejak menarik mundur pasukannya dari Jalur Gaza pada tahun 2005.

Dalam satu pekan, Zionis Israel telah membunuh 110 orang rakyat Palestina, 51 orang merupakan penduduk sipil, 6 orang perempuan dan 27 orang adalah anak-anak laki dan perempuan. Selain itu, ada 236 orang yang luka parah, separuhnya adalah penduduk sipil, 11 orang di antaranya adalah perempuan, 58 orang anak laki dan perempuan.

Akibat serangan berutal yang dilakukan penjajah Zionis Israel, serangan yang tidak kenal prikemanusiaan, anak-anak yang tidak berdosa ditembak kepalanya, bayi yang baru berumur 20 hari dibunuh, Jalur Gaza “menangis” dengan tangisan yang sedih, tangisan yang memilukan, tangisan yang meneteskan “air mata darah”, bukan tangisan takut kepada penjajah Zionis Israel, sekali lagi bukan! Karena rakyat Jalur Gaza hanya takut kepada Allah Yang Maha Gagah Perkasa.

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.(QS: An Nuur/ 24:52)

“Tangisan” Jalur Gaza karena sedih melihat pemimpin dunia Islam sibuk dengan syahwat kekuasaan dan dunianya, membiarkan saudarannya dizalimi, menderita akibat kejahatan penjajah Zionis Israel.

Umat Islam di dunia saat ini jumlahnya sekitar 1, 3 milyar, tampaknya tidak peduli terhadap rakyat di Jalur Gaza, Palestina, kalaupun ada yang peduli hanya segelintir orang. Berbulan-bulan diblokade, berhari-hari bahkan sampai sepekan ditembaki, dihantam roket penjajah Zionis Israel, tidak ada satupun pemimpin dunia Islam yang mampu menghentikan serangan brutal penjajah Zionis Israel tersebut.

Diamnya pemimpin dunia Islam sungguh sangat merisaukan hati rakyat Palestina, khususnya di Jalur Gaza, hati orang-orang yang beriman, hati Ketua Forum Ulama Internasional, Syekh. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi. Syekh Al-Qaradhawi mengatakan, Saya serukan umat Islam semuanya. Saya berseru kepada para pemimpin negara, dan pemerintahan dunia Islam semuanya. Saya serukan semua umat Islam untuk berdiri secara jantan mendukung Gaza. Kalian harus bisa menunjukkan kekuatan di hadapan penjajah Israel. Kalian harus bisa menekan pemerintahan untuk bisa berkata dan bersikap menolak kekejaman Israel.

Itulah ulama yang berani mengingatkan pemimpin Islam agar ada kepedulian terhadap urusan kaum muslimin, urusan umat Nabi Muhammad saw, tidak berdiam diri ketika umat Islam dibantai berhari-hari dinegeri para nabi, Palestina. Darah merah mengalir membasahi bumi, air mata kesedihan membasahi pipi.

Siapakah yang mau menghibur “Jalur Gaza” yang sedang menangis agar dapat tersenyum? Siapakah yang mau menghapus linangan “air mata darah” yang membasahi bumi para nabi?

ALBUM DUKA AFGAN


Perang yang diluncurkan agresor AS di Afghanistan menorehkan luka dan penderitaan bagi jutaan rakyat Afghanistan. Duduk di dalam rumahnya yang sederhana di sebuah bukit yang suram sambil melihat ibukota Afghanistan dari kejauhan, Waheeda tidak tahu lagi kemana harus meminta bantuan.

"Aku bahkan tidak bisa minum sendiri," keluh Waheeda kepada AFP, Sabtu 22 November.
Waheeda adalah seorang ibu dari enam orang anak yang kehilangan kedua tangan dan satu kakinya dalam sebuah ledakan di Kabul beberapa tahun lalu.

Wanita Afghan ini juga tidal lagi dapat melihat dengan jelas dan wajahnya pun dipenuhi goresan bekas luka. Bahkan dia juga ditinggal suaminya yang juga meninggal dalam sebuah serangan.

Anak perempuannya yang berusia 15 tahunlah yang menjadi tangan dan kakinya, memasak, membersihkan dan menyuapi dia makan dan minum.

Saat ini Waheeda dan anak-anaknya tinggal bersama adiknya yang seorang polisi.

Sekitar 2,7% penduduk Afghanistan, kira-kira tiap satu dari 5 keluarga mengalami kecacatan, menurut sebuah cacatan survei Handicap International. 36 % cacat fisik, 26 % cacat sensorial, 20 % epilepsi dan 10% cacat mental.

Di tempat lain, Nafisa, wanita 27 tahun memiliki wajah yang rupawan tetapi tidak memiliki kaki. Dia menyeretkan badannya untuk bergerak dalam rumahnya yang bersih, dia bahkan tidak bisa naik kursi roda sendirian. Nafisa sendiri juga kehilangan empat saudaranya.

Itulah gambaran kehidupan rakyat Afghanistan yang terus dilanda peperangan. kaum-kaum kufar terus mengincar Afghanistan sebagai lahan pertempuran bagi mereka untuk menghancurkan negeri-negeri kaum muslimin.

RAPER MENEMUKAN ISLAM

Usianya 19 tahun ketika memutuskan mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelumnya, pemuda yang sekarang bernama Bilal Chin ini, bahkan tidak tahu bahwa Islam itu agama. Ketika ia melihat perempuan-perempuan yang mengenakan jilbab atau melihat Muslim berpuasa, Bilal hanya berpikir bahwa mereka pasti orang Asia atau Arab dan jilbab serta puasa hanya bagian dari budaya mereka, bukan perintah agama.

Anak Band

Bilal muda sangat gemar main musik. Ia dan beberapa temannya di London Selatan membentuk group band dan mulai berkarir di musik. Bilal punya seorang teman yang kakaknya cukup terpandang dan dihormati di lingkungannya tinggal. Di London Selatan, kata Bilal, jika seseorang memilik kekayaan dan terpandang di lingkungannya, maka orang bisa disebut "orang sukses" dan Bilal sangat menghormati kakak temannya itu.

Bilal dikenal sebagai "penyanyi rap yang sopan". Ia dan teman-temannya berlatih musik di sebuah ruangan bawah tanah di rumah sahabatnya itu. Ketika berlatih, kakak sahabat Bilal, seringkali turun ke bawah dan meminta mereka untuk menghentikan latihannya untuk beberapa menit. Beberapa lama kemudian Bilal baru tahu, mereka diminta berhenti sejenak karena kakak temannya itu hendak menunaikan salat.

Kakak sahabat Bilal tidak pernah menceramahi Bilal dan teman-temannya soal agama. Tiap kali ada kesempatang ngobrol, kakak sahabatnya itu cuma berbicara tentang tujuan hidup mereka dan kemana mereka akan pergi setelah mati. Saat itu Bilal percaya akan adanya Tuhan dan ketika manusia mati maka manusia itu akan dimintai pertanggungjawabannya selama hidup di dunia.

Bilal sangat terkesan dengan apa yang dikatakan kakak sahabatnya tadi dan mendorongnya ingin menjadi seseorang yang tahu apa tujuan hidupnya. Bilal ingin memastikan bahwa Tuhan menyayanginya dan menyukai apa yang ia lakukan dalam hidup ini.

Bilal makin menghormati kakak sahabatnya dan dari dialah Bilal tahu tentang kitab suci al-Quran. Bilal berpikir, al-Quran pastilah kitab suci yang sangat baik karena telah membuat kakak sahabatnya itu menjadi orang yang sangat baik.

Mengenal Islam

Karena tertarik untuk mengetahui isi al-Quran, Bilal dan kakak sahabatnya tadi pergi ke sebuah toko buku Islam di London Selatan. Si pemilik toko, juga menyarankan Bilal untuk membeli buku The Truth of the Life of this World karya Harun Yahya.

Dari buku itu Bilal belajar bahwa harta yang melimpah, kehormatan dan kesuksesan bahwa jika manusia bisa memiliki dunia dan seisinya, semua itu sama sekali tidak bernilai di mata Allah swt jika manusia tersebut tidak beribadah pada Allah semata. Karena Allah hanya menyuruh umatnya di dunia untuk beribadah padaNya. Bilal mulai merasa hatinya tertambat pada Islam. Apalagi ketika teman Muslimnya mengatakan,"Jika kamu datang berjalan pada Islam, maka Islam akan mendatangimu dengan berlari."

Entah kebetulan atau tidak, Bilal jadi sering menemukan orang Islam. Pada suatu hari, ia pergi ke sebuah toko dengan bersepeda. Sesampainya di toko, ia bertemu seorang Muslim yang berbaik hati mau menjaga sepedanya sementara ia berbelanja di toko. Ketika masuk toko, ia mendengar penjaga toko yang sedang berbicara di telepon mengucapkan "Assalamu'alaikum." Bilal pun merasa Islam mendatanginya dari berbagai arah.

Bilal makin tertarik mempelajari agama Islam dan mulai membaca buku-buku Islam. Dan di usinya yang ke-19 Bilal memutuskan masuk Islam dan mulai bersosialisasi dengan komunitas Muslim. Tentu saja sebagai mualaf, Bilal masih agak kaku dan bingung saat belajar salat. Siring waktu berjalan, Bilal pun terbiasa dan makin banyak teman dari kalangan Muslim.

Banyak teman-teman lama Bilal yang merasa ingin tahu mengapa Bilal masuk Islam. Sungguh tak terduga, Bilal justru mampu membuat beberapa temannya juga tertarik mempelajari Islam dan akhirnya ikut masuk Islam. Mulanya ada tiga teman, kemudian jadi sepuluh dan sampai 50 orang teman-temannya dari kalangan pemuda kulit hidum masuk Islam. Mereka kadang jalan bersama-sama ke masjid. Apalagi diantara pemuda itu ada yang dulunya sering melakukan tindakan kriminal, tapi sekarang mereka berjalan menuju masjid. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Sekarang, di pertengahan usia duapuluhtahunan Bilal memilih tinggal di Mesir. Ia mengatakan, lingkungan Mesir sangat baik untuknya dan membantunya menjauhkan diri dari lingkungan lamanya di London Selatan. Mesir menjadi tempat Bilal untuk memulai kehidupan barunya untuk menjadi seorang Muslim sejati.

Jumat, 21 November 2008

Kapten James Yee


“Aku prajurit Amerika, seorang warga negara, dan seorang patriot. Tapi dalam tatapan kecurigaan, aku minoritas sesat yang tidak memiliki hubungan inklusif dengan pemerintahan nasional Amerika. Aku hanya seorang muslim.” Demikian Yee menulis di bagian akhir kesaksiannya atas kebrutalan tentara Amerika atas dirinya dan tawanan muslim yang lain.

James Yee adalah seorang mualaf lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di AS. Mulanya, ia adalah pemeluk Kristen Lutheran. Ia memilih untuk memeluk Islam ketika ke Suriah. Setelah lulus dari West Point ia bertemu dengan seorang wanita bernama Huda yang kemudian menjadi istrinya. James Yee lulus dari West Point pada tahun 1990, mengabdi di Angkatan Darat AS selama empat belas tahun, termasuk tugas di Arab Saudi pasca-Perang Teluk I. Setelah memeluk Islam pada tahun 1991, ia belajar Islam dan bahasa Arab di Damaskus- Suriah selama empat tahun. Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Pada awal 2001, dia kembali ke dinas militer di tengah sentimen AS yang kuat terhadap Islam pasca tragedi WTC. Di penjara Guantanamo (Gitmo) dia ditugaskan sebagai ulama militer (chaplain) yang melayani seluruh tahanan yang semuanya muslim. Penjara Gitmo yang berada di Kuba adalah tempat meringkuknya tawanan yang dituduh berkomplot dengan Osama bin Laden dan mantan Pasukan Taliban.

Ketika tiba di Guantanamo, Yee menemukan banyak sekali kebrutalan yang dilakukan terhadap orang-orang Muslim yang menjadi tahanan di sana. Namun karena awalnya ia menganggap kebrutalan ini dilandasi oleh ketidaktahuan, Yee justru memandang kondisi ini sebagai tantangan baginya. Yee tidak hanya ingin memberikan pelayanan spiritual kepada para tahanan, namun ia juga ingin mendidik para personel militer AS tentang Islam.

Sayangnya, hal inilah yang menyeretnya ke dalam kubangan masalah. Karena memperlakukan para tahanan dengan hormat dan bermartabat, bicara yang baik-baik tentang Islam, serta memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, Yee malah dipandang sebagai teroris, dipandang sebagai musuh.

Karena James Yee seorang Muslim, ia dicurigai dan diperlakukan semena-mena olah para prajurit lain. Para prajurit itu mengabaikan perintah-perintahnya sebagai Kapten Angkatan Darat AS. Ini merupakan tindakan indisipliner, namun tak ada tindak lanjutnya. Ini membuktikan bahwa seorang Muslim tidak bisa menjadi tentara sungguhan di AS, apalagi menjadi perwira.

Sebagian besar kebrutalan yang dilakukan terhadap James Yee dan para tahanan lain di Guantanamo merupakan tanggung jawab Jenderal Geoffrey Miller, orang yang berkuasa di Guantanamo. Jenderal Miller sepertinya punya dendam dan kebencian pribadi terhadap Yee dan kaum Muslimin. Entah apa motifnya.

Keyakinan Kristen Miller sendiri yang radikal dipercaya ikut andil dalam segala tindak-tanduknya di Guantanamo. Namun, sayangnya, James Yee-lah yang menghadapi dakwaan kriminal, buka Miller. Yee-lah yang terpaksa mengundurkan diri, bukannya Miller. Padahal Miller-lah—beserta sejumlah perwira senior lainnya—yang seharusnya dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer.

Kekerasan dan perilaku tidak manusiawi yang bertubi-tubi mengakibatkan beberapa tahanan harus pingsan dan mencoba bunuh diri. Pelecehan terhadap Islam dipertontonkan oleh para penjaga. Alquran dilempar, ditendang, diinjak dan dirobek. Lemparan batu juga dilakukan pada tahanan yang sedang shalat berjamaah. Di Kamp X-ray dan Delta tahanan dipaksa berlutut berjam-jam di bawah panggangan matahari, sementara kaki dan tangan diborgol. Jika meratap minta minum, maka para penjaga memberinya tendangan. Tidak hanya itu, tahanan juga disuruh mandi air kencing dan kotorannya.

Amerika rupanya enggan menerapkan Konvensi Jenewa kepada tahanan muslim di kamp militer Guantanamo.

Penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap tahanan muslim di Penjara Guantanamo bukanlah isapan jempol. Ratusan orang yang terkurung di kamp militer Amerika Serikat itu mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.

James Yee membeberkan kekejaman tentara Amerika di Penjara Guantanamo berdasarkan kesaksiannya saat bertugas di sana. Pelecehan dan pembunuhan karakter dialaminya. Hanya karena Yee beragama Islam dan berusaha berbuat lebih beradab. Juga karena ia seorang imam muslim—dai (pendakwah)– di lingkungan militer Amerika yang berupaya meluruskan kekeliruan pemahaman tentang Islam kepada temannya sesama prajurit. Kisah tragis yang dialami Yee, tentara Amerika keturunan Cina berpangkat kapten ini, berawal dari masa dinasnya di Guantanamo.

Dalam kurun 10 bulan bertugas di Kamp Delta—sebutan untuk delapan blok penjara itu—ia menjadi saksi kekejaman yang dialami para tahanan. “Bahkan mereka tidak mendapatkan perlindungan seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa,” papar Yee memberi kesaksian.

Pemerintahan Presiden George W. Bush dan kalangan militer enggan menerapkan konvensi itu kepada tahanan muslim yang disebutnya sebagai teroris. Para “pejuang” muslim, musuh Amerika dari berbagai negara, tidak memperoleh haknya sebagai tahanan perang.

Dapat dipastikan, penganiayaan terhadap tahanan dan pelecehan kitab suci Al-Qur’an kerap terjadi saat tahanan menjalani pemeriksaan. Polisi militer di penjara sering menggunakan lembaran Alquran untuk membersihkan lantai. Aku sering menemukan sobekan lembar Alquran di lantai. Hampir setiap hari terjadi pertikaian keras antara penjaga dan tahanan yang berujung penyiksaan. Terkadang prajurit Amerika yang bukan muslim sengaja membuat keributan selagi tahanan tengah beribadah.

Tak jarang pula tahanan dipaksa meninggalkan shalat untuk menjalani pemeriksaan. “Lambat laun aku sadar bahwa usahaku untuk memberikan pengajaran tentang toleransi membuat kecurigaan mereka semakin dalam,” tulis Yee. Dan siapa pun yang bertugas di kamp itu harus tetap menjaga kerahasiaan tentang apa pun yang dilihat dan dialami.

Diam-diam, gerak-gerik prajurit yang bertugas pun selalu diawasi oleh agen rahasia pemerintah, baik dari FBI maupun badan intelijen militer. Yee yang sejak masuk Islam menambahkan Yusuf dalam namanya, tak luput dari pengawasan. Hingga akhirnya, Yee diciduk pada 10 September 2003 di Bandara Jacksonville, Florida.

Selama 10 hari dia dikurung di sel dan diperlakukan seperti tahanan. Diperiksa dengan telanjang, tidak diberi makan, diborgol tangan dan kaki, pengaburan panca indera, serta perlakuan lainnya tanpa mempertimbangkan bahwa dia adalah seorang perwira angkatan darat.

”Mereka tidak peduli pangkatku kapten, lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di Amerika Serikat. Mereka tidak peduli agamaku melarang telanjang di hadapan orang. Mereka tidak peduli belum ada dakwaan resmi terhadapku. Mereka tidak peduli istri dan anak-anakku tidak mengetahui keberadaanku. Mereka pun jelas tidak peduli kalau aku adalah warga Amerika yang setia dan, di atas segalanya, tidak bersalah”.

Sejak saat itu, beragam tuduhan dilontarkan untuk menjeratnya. Pengkhianatan, persekongkolan dengan teroris, hingga isu perselingkuhan ditebar. Sejumlah koran Amerika sendiri sempat terjebak pada kekeliruan informasi yang disebar intel.

Mereka menyebut Yusuf Yee sebagai antek Taliban. Isu perselingkuhan yang sengaja ditebar ke koran nyaris menghancurkan rumah tangganya. Teror dan fitnah juga dilancarkan agar istrinya juga turut membencinya.

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan lainnya. “Ajari aku cara menggunakannya,” bisik wanita itu melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington. Dari semua hal yang pernah dilalui James Yee—penahanan, tuduhan spionase, 76 hari di dikurung di sel isolasi—ini adalah yang terburuk.

Rasa takut membadai di dadanya saat bicara di telepon dengan istrinya. Sebagai seorang ulama militer, Yee telah dilatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri. Yee tahu bahwa kondisi Huda telah kritis. Istrinya itu telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari. Huda sudah merencanakan ini. Yee merasa tak berdaya…

Yang lebih mencengangkan, ada anak di bawah umur dijebloskan ke penjara ini dengan tuduhan sebagai anggota jaringan teroris. Seorang di antaranya adalah Omar Khadir, bocah muslim asal Kanada yang baru berusia 15 tahun.

Kesaksian James Yee ini kian menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di penjara-penjara khusus Amerika. Yee menyebutkan, perang melawan terorisme yang dicanangkan Presiden Bush melahirkan kegilaan di kalangan militer Amerika. Yee menjadi korban kegilaan itu.

Pengalaman kelam selama lebih dari satu tahun dalam tahanan militer memberinya pelajaran berharga. Kondisi militer Amerika jauh dari gambaran ideal Yee. Perbedaan dan kehormatan serta kemerdekaan menjalankan agama tidak dijamin.

Agama dan keyakinan ternyata masih menjadi masalah utama di dunia militer negeri yang mengaku demokratis itu. “Mereka tidak mempertimbangkan bahwa aku adalah seorang prajurit yang setia,” tulis James Yee.

Kesaksian Yee ini layaknya film drama produksi Hollywood. Seorang perwira militer Amerika Serikat dijebloskan ke penjara berdasarkan sangkaan spionase, melakukan pemberontakan, menghasut, membantu musuh, dan menjadi pengkhianat militer dan negara.

Tapi semuanya tidak terbukti dan akhirnya perwira itu dibebaskan dari semua dakwaan. Kapten James Yee, perwira itu, mendapatkan perlakuan tak beradab dari militer AS karena dia beragama Islam dan reaksi paranoid AS terhadap Islam yang sama sekali tak beralasan.

Tapi publik AS tahu bahwa itu bohong. Sementara kredibilitas militer AS runtuh akibat kecerobohannya dalam kasus ini. Bahkan New York Times edisi 24 Maret 2006 menurunkan tajuk rencana berjudul “Ketidakadilan Militer”.

Meskipun sama sekali bersih dari tuntutan, namun keinginannya untuk tetap mengabdi pada Tuhan dan negara pupus. Yee “terpaksa” mundur dari militer pada 7 Januari 2005. Sayangnya, karier militer dan reputasinya telah lebih dulu hancur. Bahkan hingga kini statusnya masih ‘dalam pengawasan’.

AS benar-benar paranoid. Siapa pun yang dianggap musuh, apa pun dilakukan. Tidak peduli itu bertentangan dengan hak asasi manusia, keadilan konvensi internasional, atau hal lainnya yang selalu digemborkannya sendiri.

Kasus Yee dan Penjara Guantanamo makin merontokkan citra AS di mata publik dunia. Kini penutupan penjara Gitmo sedang dipertimbangkan karena tekanan dunia internasional melalui PBB, termasuk sekutu dekatnya, Inggris dan Italia. Sekitar 500 tahanan dari 35 negara kini masih meringkuk dalam penjara itu.

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kasus Yee adalah peran media massa. Saat proses penahanan, lengkap sudah penderitaan Yee. Bukan saja dipenjarakan tanpa bukti, namun dia juga telah dihakimi oleh media massa (trial by the press) sebelum pengadilan digelar. Pers AS seperti Washington Post, New York Times, Guardian, Dll. yang mendengungkan hak asasi, justru bersifat tendensius dan tidak cover both sie. Informasi yang disajikan adalah versi militer AS.

Namun keteledoran pers tersebut ditebus dengan kritik pedas terhadap pemerintah setelah tuduhan terhadap Yee tidak terbukti. Artikel, tajuk rencana, dan berita-berita yang disuguhkan semuanya berupa pembelaan, bahkan sebagian media massa minta maaf pada Yee.

Patriotisme Yee musnah di mata pemerintah AS hanya karena dia sebagai Muslim taat menjalankan tugasnya sesuai ajaran agama dan perintah negara. Tapi dunia tahu bahwa dia adalah seorang patriot sejati yang hidupnya diabdikan kepada Tuhan dan negaranya.

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh. Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, Yee malah dihukum. Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya. Kita seakan muak dengan kebijakan-kebijakan AS di bawah Bush dengan segala tindak-tanduk primitifnya yang mengacak-acak peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan.

Apakah ‘perang melawan terorisme’ yang digagas Amerika Serikat (AS) benar-benar perang yang ditujukan untuk melawan ekstremisme demi tegaknya demokrasi? Ataukah label itu hanya bungkus bagi perang melawan Islam? Para pejabat AS di lingkaran Bush bersikeras bahwa agenda mereka bersifat politis, bukan religius. Namun faktanya, retorika dan tindak-tanduk AS di lapangan mengubah perang melawan terorisme menjadi perang melawan Islam. (dakwatuna.com)

Kamis, 20 November 2008

Itu namanya ditolak

Sudah lama Budi naksir cewek yang tinggal di kampung sebelah. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Cewek itu menerima cinta bagong dengan sepenuh hati, meski "proklamasi cinta" Baging dilakukan di gang sempit pinggir selokan.

Sayang, kisah-kasih di selokan itu tidak berjalan mulus. Orang tua si gadis keberatan karena Bagong belum bekerja. Namun keduanya pantang menyerah. Bahkan, setelah beberapa bulan menjalin kasih, Bagong memberanikan diri melamar. Ia menemui ayah si gadis.

"Pak kami sudah saling cinta, maka kami akan menikah. Kapan saya boleh menikahi anak bapak?" kata Bagong. Ayah si gadis jelas menolak. Namun untuk berkata terus terang, ia tidak sampai hati.

"Begini Nak Bagong. Bukan saya keberatan, tapi tunggulah saat yang tepat. Saat ini umur anak saya 20 tahun, umur Nak Bagong 24 tahun. Jadi, tunggulah sampai umur kalian sama," kata si bapak. Kontan saja si Bagong langsung pingsan... (Hidayatullah.com)

Rabu, 19 November 2008

Partai Kelihatan Santri

Tanggal 10 November (kalo ga salah) di Indonesia diperingati sebagai hari pahlawan. Pada saat yang sama sebuah partai ngaku dakwah menjadikannya sebagai iklan politik di media. Iklan yang kemudian menuai pro dan kontra karena memasukkan sosok mantan presiden korup kedalam jajaran pahlawan dan guru bangsa itu. Saya jadi ingat betul ketika murabi saya yang notabene kader partai ngaku dakwah itu menyampaikan kegelapan pada masa "pahlawan" tersebut. "Dulu," kenangnya, "Kita tidak boleh sembarangan berkumpul dan mengadakan kajian. Ketika sudah sampai pun sandal harus di masukkan agar tidak tampak ada kumpul-kumpul masa." Itu dulu ketika generasi tarbiyah baru muncul di Indonesia. Ketika dakwah masih jaya. Ketika rasa uang masih agak pahit dan terlampau berat bila harus di gadaikan dengan harga diri.

Iklan itu memang layak membawa perdebatan karena diusung oleh partai yang selama ini dianggap mambu santri (Partai Keliatan Santri). Tapi saya tidak akan mempermasalahkan hal itu karena kita pahami bahwa "partai juga butuh massa" seperti lagunya Samson.

Ok, timbang ngomongin pahlawan yang belum jelas, lebih baik kita ngomongin yang jelas-jelas pahlawan, bahkan saking pahlawannya orang-orang Kristen memalsukan namanya.

Dalam swaramuslim.net di sebutkan tentang siapa pahlawan yang saya maksud ini. Nama lengkapnya Ahmad Lussy tapi kita lebih mengenalnya dengan sebutan Thomas Mattulessy. Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.

Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit. M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan.”

Sebelum di hukum mati, ia sempat mengeluarkan satu puisi.

Nunu oli Nunu seli Nunu karipatu Patue karinunu

"Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya)."

Bagi rekan-rekan yang merasa butuh pahlawan baru, kenapa tidak mencari sosok seperti Ahmad ini. Apa biar disebut Partai Kawannya Suharto? (Ups… sory sebut merk).