taman kita

taman kita

Senin, 24 November 2008

"PAHLAWAN" VERSI PKS



Bulan November 41 tahun lalu, Jenderal Suharto yang telah sukses mengkudeta Bung Karno, mengirim satu tim ekonomi yang terdiri dari Prof. Sadli, Prof. Soemitro Djoyohadikusumoh, dan sejumlah profesor ekonomi lulusan Berkeley University AS—sebab itu tim ekonomi ini juga disebut sebagai ‘Berkeley Mafia’—ke Swiss. Mereka hendak menggelar pertemuan dengan sejumlah konglomerat Yahudi dunia yang dipimpin Rockefeller.

Di Swiss, sebagaimana bisa dilihat dari film dokumenter karya John Pilger berjudul “The New Ruler of the World’ yang bisa didownload di situs youtube, tim ekonomi suruhan Jenderal Suharto ini menggadaikan seluruh kekayaan alam negeri ini ke hadapan Rockefeler cs. Dengan seenak perutnya, mereka mengkavling-kavling bumi Nusantara dan memberikannya kepada pengusaha-pengusaha Yahudi tersebut. Gunung emas di Papua diserahkan kepada Freeport, ladang minyak di Aceh kepada Exxon, dan sebagainya. Undang-Undang Penanaman Modal Asing (UU PMA) tahun 1967 pun dirancang di Swiss, menuruti kehendak para pengusaha Yahudi tersebut.

Sampai detik ini, saat Suharto sudah menemui ajal dan dikuburkan di kompleks pemakaman keluarga di dekat Imogiri, di sebuah daratan dengan ketinggian 666 meter di atas permukaan laut (!?), perampokan atas seluruh kekayaan alam negeri ini masih saja terus berjalan dan dikerjakan dengan sangat leluasa oleh berbagai korporasi Yahudi Dunia. Hasilnya bisa kita lihat di mana-mana: angka kemiskinan di negeri ini kian membengkak, kian banyak anak putus sekolah, kian banyak anak-anak kecil berkeliaran di jalan-jalan raya, kian banyak orangtua putus asa dan bunuh diri, kian banyak orang gila berkeliaran di kampung-kampung, kian banyak kriminalitas, kian banyak kasus-kasus korupsi, dan sederet lagi fakta-fakta tak terbantahkan jika negeri ini tengah meluncur ke jurang kehancuran. Suharto adalah dalang dari semua ini.

Tapi siapa sangka, walau sudah banyak sekali buku-buku ilmiah yang ditulis para cendekia dari dalam dan luar negeri tentang betapa bobroknya kinerja pemerintahan di saat Jenderal Suharto berkuasa selama lebih kuarng 32 tahun, dengan jutaan fakta dan dokumen yang tak terbantahkan, namun nama Suharto masih saja dianggap harum oleh sejumlah kalangan. Bahkan ada yang begitu konyol mengusulkan agar sosok yang oleh Bung Karno ini disebut sebagai Jenderal Keras Kepala (Belanda: Koepeg) diberi penghargaan sebagai pahlawan nasional dan diberi gelar guru bangsa. Walau menggelikan, namun hal tersebut adalah fakta.

Sebab itu, tulisan ini berusaha memaparkan apa adanya tentang Jenderal Suharto. Agar setidaknya, mereka yang menganggap Suharto layak diberi gelar guru bangsa atau pun pahlawan nasional, harus bisa bermuhasabah dan melakukan renungan yang lebih dalam, sudah benarkah tindakan tersebut.

Fakta sejarah harus ditegakkan, bersalah atau tidak seorang Suharto harus diputuskan lewat jalan hukum yakni lewat jalur pengadilan. Adalah sangat gegabah menyerukan rakyat ini agar memaafkan dosa-dosa seorang Suharto sebelum kita semua tahu apa saja dosa-dosa Suharto karena dia memang belum pernah diseret ke muka pengadilan.

Tulisan ini akan berupaya memotret perjalanan seorang Suharto, sebelum dan sesudah menjadi presiden. Agar tidak ada lagi pemikiran yang berkata, “Biar Suharto punya salah, tapi dia tetap punya andil besar membangun negara ini. Hasil kerja dan pembangunannya bisa kita rasakan bersama saat ini. Lihat, banyak gedung-gedung megah berdiri di Jakarta, jalan-jalan protokol yang besar dan mulus, jalan tol yang kuat, Taman Mini Indonesia Indah yang murah meriah, dan sebagainya. Jelas, bagaimana pun, Suharto berjasa besar dalam membangun negara ini!”

Atau tidak ada lagi orang yang berkata, “Zaman Suharto lebih enak ketimbang sekarang, harga barang-barang bisa murah, tidak seperti sekarang yang serba mahal. Akan lebih baik kalau kita kembali ke masa Suharto…” Hanya orang-orang Suhartoislah, yang mendapat bagian dari pesta uang panas di zaman Orde Baru dan mungkin juga sekarang, yang berani mengucapkan itu. Atau kalau tidak, ya bisa jadi, mereka orang-orang yang belum tercerahkan.
Suharto lahir di Kemusuk, Argomulyo, Yogyakarta, 8 Juni 1921, dari keluarga petani yang menganut kejawen. Setelah melahirkan Suharto, Sukirah (Ibunda Suharto), menghilang selama 40 hari untuk bertapa demi masa depan anaknya yang baru lahir tersebut. Kepercayaan kejawen kedua orangtuanya ini diteruskan oleh Suharto hingga menjadi presiden (Lampung Post, 22/5/2006).

Beberapa ‘laku spiritual’ Kejawen yang sering dilakukan Suharto adalah Tapa Kungkum (berendam dalam air). Tempat-tempat favoritnya antara lain di daerah Gunung Lawu, Srandil, Wonogiri, Bogor, Dieng, Danau Pacitan, Cilacap, dan lain-lain (Detik.com, 15/6/2006). Bahkan salah satu ‘laku spiritual’ Suharto yang terkenal adalah dengan menguasai ilmu Senggoro Macan, yang salah satu syaratnya adalah melakukan persetubuhan dengan perempuan di Goa Kalak, Pacitan, mengikuti kelakuan inses dari R. Prawiroyudho dengan Sang Dewi, keduanya anak dari Prabu Brawijaya V. (sumber: Liberty: www.mail-archive.com/itb@itb.ac.id/msg01925.html)

Kedekatan Suharto dengan keyakinan yang dalam kacamata akidah Islam jelas merupakan kemusyrikan ini terus dibawanya sampai dia berkuasa. Salah satu orang dekatnya adalah Soedjono Humardhani, yang di lingkungan istana dikenal sebagai salah satu ‘dukunnya’ Suharto. Bukan rahasia umum lagi jika sejumlah dukun terkenal di dalam negeri dipelihara olehnya.

Karir Suharto

Suharto sempat bekerja sebentar sebagai karyawan di sebuah bank pedesaan dan buruh. Lalu dia memulai karir militer dengan memasuki kesatuan tentara Belanda, KNIL, di Jawa Tengah. Saat Jepang masuk di tahun 1942, Suharto bergabung dengan PETA. Ketika Soekarno memproklamirkan kemerdekaan, Soeharto bergabung dengan TKR.

Salah satu ‘prestasi’ kemiliteran Suharto yang sering digembar-gemborkannya semasa dia berkuasa adalah Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta. Bahkan ‘prestasi’ ini sengaja difilmkan dengan judul ‘Janur Kuning’ (1979) yang memperlihatkan jika serangan umum itu diprakarsai dan dipimpin langsung oleh Letkol Suharto. Padahal, sesungguhnya serangan umum itu diprakarsai Sultan Hamengkubuwono IX. Bahkan Kolonel Latief Hendradiningrat yang ikut memimpin pasukan dalam peristiwa tersebut memberi kesaksian jika Suharto sebenarnya tidak bertempur. “Dia malah sedang asyik makan soto babat di garis belakang yang aman…” (Pledoi Latief di Depan mahmilub, 27/6/1978).

Pada 1959, Suharto yang kala itu menjabat sebagai Pangdam Diponegoro dipecat oleh Nasution dengan tidak hormat karena Suharto telah menggunakan institusi militernya untuk mengumpulkan uang dari perusahaan-perusahaan di Jawa Tengah. Suharto kala itu juga ketahuan ikut kegiatan ilegal berupa penyelundupan gula dan kapuk bersama Bob Hasan dan Liem Sioe Liong.

Untuk memperlancar penyelundupan ini, didirikan prusahaan perkapalan yang dikendalikan Bob Hasan. Konon, dalam menjalankan bisnis haramnya ini, Bob menggunakan kapal-kapal ‘Indonesian Overseas’ milik C.M. Chow. Siapa C.M. Chow ini? Dia adalah agen ganda. Pada 1950 dia menjadi agen rahasia militer Jepang di Shanghai. Tapi dia pun kepanjangan tangan Mao Tse Tung, dalam merekrut Cina perantauan dari orang Jepang ke dalam jaringan komunis Asia.

Pada 1943, Chow ditugasi Jepang ke Jakarta. Ketika Jepang hengkang dari Indonesia, Chow tetap di Jakarta dan membuka usaha perkapalan pertama di negeri ini. Chow bukan saja membina WNI Cina di Jawa Tengah dan Timur, namun juga di Sumatera dan Sulawesi. Salah satu binaannya adalah ayah Eddy Tansil dan Hendra Rahardja yang bermarga Tan. Tan merupakan sleeping agent Mao di Indonesia Timur. Pada pertengahan 1980-an, Hendra Rahardja dan Liem Sioe Liong mendirikan sejumlah pabrik di Fujian, Cina (Siapa Sebenarnya Suharto; Eros Djarot; 2006).

Nasution kala itu sangat marah sehingga ingin memecat Suharto dari AD dan menyeretnya ke Mahkamah Militer, namun atas desakan Gatot Subroto, Suharto dibebaskan dan akhirnya dikirim ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat). Sebelumnya, Ahmad Yani juga marah dan menempeleng Suharto.

Kolonel Pranoto Rekso Samoedro diangkat sebagai Pangdam Diponegoro menggantikan Suharto. Pranoto, sang perwira santri, menarik kembali semua fasilitas milik Kodam Diponegoro yang dipinjamkan Suharto kepada para pengusaha Cina untuk kepentingan pribadinya. Suharto sangat sakit hati dan dendam kepada Pranoto, juga terhadap Nasution dan Yani.

Di SSKAD, Suharto dicalonkan untuk menjadi Ketua Senat. Namun DI. Panjaitan menolak keras dengan menyatakan dirinya tidak percaya dengan moralitas Suharto yang dinilainya sangat rendah dengan membuka semua catatan kotor yang pernah dilakukan Suharto dalam karir militernya, termasuk penyelundupan bersama para pengusaha Cina. Suharto sangat marah. Bertambah lagi dendam Suharto, selain kepada Nasution, Yani, Pranoto, kini Panjaitan.

SARA BOKKER

Sara Bokker, dulunya adalah seorang model, aktris, aktivis dan instruktur fitness. Seperti umumnya gadis remaja Amerika yang tinggal di kota besar, Bokker menikmati kehidupan yang serba gemerlap. Ia pernah tinggal di Florida dan South Beach, Miami, yang dikenal sebagai tempat yang glamour di Amerika. Kehidupan Bokker ketika itu hanya terfokus pada bagaimana ia menjaga penampilannya agar menarik di mata orang banyak.

Setelah bertahun-tahun, Bokker mulai merasakan bahwa ia selama ini sudah menjadi budak mode. Dirinya menjadi "tawanan" penampilannya sendiri. Rasa ingin memuaskan ambisi dan kebahagian diri sendiri sudah mengungkungnya dalam kehidupan yang serba glamour. Bokker pun mulai mengalihkan kegiatannya dari pesta ke pesta dan alkohol ke meditasi, mengikuti aktivitas sosial dan mempelajari berbagai agama.

Sampai terjadilah serangan 11 September 2001, dimana seluruh Amerika bahkan diseluruh dunia mulai menyebut-nyebut Islam, nilai-nilai Islam dan budaya Islam, bahkan dikait-kaitkan dengan deklarasi "Perang Salib" yang dilontarkan pimpinan negara AS. Bokker pun mulai menaruh perhatian pada kata Islam.

"Pada titik itu, saya masih mengasosiasikan Islam dengan perempuan-perempuan yang hidup di tenda-tenda, pemukulan terhadap istri, harem dan dunia teroris. Sebagai seorang feminis dan aktivis, saya menginginkan dunia yang lebih baik bagi seluruh umat manusia," kata Bokker seperti dikutip dari Saudi Gazette.

Suatu hari, secara tak sengaja Bokker menemukan kita suci al-Quran, kitab suci yang selama ini pandang negatif oleh Barat. "Awalnya, saya tertarik dengan tampilan luar al-Quran dan saya mulai tergelitik membacanya untuk mengetahui tentang eksistensi, kehidupan, penciptaan dan hubungan antara Pencipta dan yang diciptakan. Saya menemukan al-Quran sangat menyentuh hati dan jiwa saya yang paling dalam, tanpa saya perlu menginterpretasikan atau menanyakannya pada pastor," sambung Bokker.

Akhirnya, Bokker benar-benar menemukan sebuah kebenaran, ia memeluk Islam dimana ia merasa hidup damai sebagai seorang Muslim yang taat. Setahun kemudian, ia menikah dengan seorang lelaki Muslim. Sejak mengucap dua kalimat syahdat Bokker mulai mengenakan busana Muslim lengkap dengan jilbabnya.

"Saya membeli gaun panjang yang bagus dan kerudung seperti layaknya busana Muslim dan saya berjalan di jalan dan lingkungan yang sama, dimana beberapa hari sebelumnya saya berjalan hanya dengan celana pendek, bikini atau pakaian kerja yang 'elegan'," tutur Bokker.

"Orang-orang yang saya jumpai tetap sama, tapi untuk pertama kalinya, saya benar-benar menjadi seorang perempuan. Saya merasa terlepas dari rantai yang membelenggu dan akhirnya menjadi orang yang bebas," Bokker menceritakan pengalaman pertamanya mengenakan busana seperti yang diajarkan dalam Islam.

Setelah mengenakan jilbab, Bokker mulai ingin tahu tentang Niqab. Ia pun bertanya pada suaminya apakah ia juga selayaknya mengenakan niqab (pakaian muslimah lengkap dengan cadarnya) atau cukup berjilbab saja. Suaminya menjawab, bahwa jilbab adalah kewajiban dalam Islam sedangkan niqab (cadar) bukan kewajiban.

Tapi satu setengah tahun kemudian, Bokker mengatakan pada suaminya bahwa ia ingin mengenakan niqab. "Alasan saya, saya merasa Allah akan lebih senang dan saya merasa lebih damai daripada cuma mengenakan jilbab saja," kata Bokker.

Sang suami mendukung keinginan istrinya mengenakan niqab dan membelikannya gaun panjang longgar berwarna hitam beserta cadarnya. Tak lama setelah ia mengenakan niqab, media massa banyak memberitakan pernyataan dari para politisi, pejabat Vatikan, kelompok aktivis kebebasan dan hak asasi manusia yang mengatakan bahwa niqab adalah penindasan terhadap perempuan, hambatan bagi integrasi sosial dan belakangan seorang pejabat Mesir menyebut jilbab sebagai "pertanda keterbelakangan."

"Saya melihatnya sebagai pernyataan yang sangat munafik. pemerintah dan kelompok-kelompok yang katanya memperjuangkan hak asasi manusia berlomba-lomba membela hak perempuan ketika ada pemerintah yang menerapkan kebijakan cara berbusana, tapi para 'pejuang kebebasan' itu bersikap sebaliknya ketika kaum perempuan kehilangan haknya di kantor atau sektor pendidikan hanya karena mereka ingin melakukan haknya mengenakan jilbab atau cadar," kritik Bokker.

"Sampai hari ini, saya tetap seorang feminis, tapi seorang feminis yang Muslim yang menyerukan pada para Muslimah untuk tetap menunaikan tanggung jawabnya dan memberikan dukungan penuh pada suami-suami mereka agar juga menjadi seorang Muslim yang baik. Membesarkan dan mendidik anak-anak mereka agar menjadi Muslim yang berkualitas sehingga mereka bisa menjadi penerang dan berguna bagi seluruh umat manusia."

"Menyerukan kaum perempuan untuk berbuat kebaikan dan menjauhkan kemunkaran, untuk menyebarkan kebaikan dan menentang kebatilan, untuk memperjuangkan hak berjilbab maupun bercadar serta berbagi pengalaman tentang jilbab dan cadar bagi Muslimah lainnya yang belum pernah mengenakannya," papar Bokker.

Ia mengungkapkan, banyak mengenal muslimah yang mengenakan cadar adalah kaum perempuan Barat yang menjadi mualaf. Beberapa diantaranya, kata Bokker, bahkan belum menikah. Sebagian ditentang oleh keluarga atau lingkungannya karena mengenakan cadar. "Tapi mengenakan cadar adalah pilihan pribadi dan tak seorang pun boleh menyerah atas pilihan pribadinya sendiri," tukas Bokker.

AMIRA MAYORGA

Amira Mayorga, lahir dari keluarga Kristen Protestan yang taat. Kakek dan neneknya seorang pastor, sementara Amira sendiri mengajar sekolah minggu untuk anak-anak. Doktrin Trinitas begitu melekat dalam kehidupan keseharian Amira.

Tak heran kalau Amira agak sulit menerima informasi tentang ajaran Islam, ketika ia bertemu dengan teman-temannya yang Muslim dan berdiskusi tentang Islam, saat ia berkesempatan berkunjung ke Washington DC empat tahun yang lalu.

Ketika itu kata Amira, teman-teman Muslimnya selalu berkata, "Saya tidak memaksa kamu untuk menjadi seorang Muslim, saya hanya menjelaskan tentang Islam." Amira sendiri tidak terlalu menaruh perhatian pada penjelasan teman-teman Muslimnya tentang Islam, Amira bahkan berpikir bahwa teman-teman Muslimnya-lah yang salah dan ia tetap menganut agamanya, Kristen Protestan.

Suatu ketika, saat berkunjung ke Guatemala, Amira bertemu dengan seseorang asal Aljazair lewat forum chatting di internet. Keduanya kemudian menjadi sahabat baik dan banyak berdiskusi tentang Islam, terutama tentang konsep ketuhanan dalam ajaran Kristen.

Amira mengakui, ia kehabisan argumen untuk mendukung konsep ketuhanan dalam Kristen. Dan itu mendorongnya menjelajahi dunia maya guna menggali banyak informasi tentang ajaran Islam.

"Saya banyak membaca tentang keindahan Islam dan mulai menyadari bahwa Yesus tidak pernah menyuruh umatnya untuk menyembah dirinya, tapi Yesus menyerukan umatnya untuk menyembah Tuhan yang Esa.

Amira makin tertarik dengan Islam dan pada Ramadhan, ia mulai ikut berpuasa meski puasanya masih belum sempurna.

Selanjutnya, Amira banyak mengikuti kelompok-kelompok diskusi Islam di internet, mulai dari kelompok milis Amr Diab (nama seorang penyanyi asal Mesir) sampai kelompok Allah Alone. Dari dunia maya, Amira banyak bertemu Muslim dari berbagai negara, yang menjadi tempatnya untuk bertanya segala hal tentang Islam.

Amira mulai memilih nama Muslim yang akan digunakannya, tapi ia belum berani untuk mengucap syahadat. Alasannya, sebagai seorang keturunan latin Amerika, ia belum bisa meninggalkan tradisi masyarakat Latin yang tidak jauh dari pesta, minuman beralkohol dan dansa-dansi.

"Saya tidak mau masuk Islam, tapi saya masih melakukan aktivitas seperti itu. Saya berkata pada diri saya sendiri, kalau saya sudah mampu meninggalkan itu semua, saya ingin menjadi seorang Muslim," ujar Amira.

Amira mulai membaca al-Quran yang dibelinya. Suatu saat ketika minum kopi bersama seorang temannya, Amira mengatakan bahwa ia merasakan kedamaian mengikuti "filosofi" yang ada dalam ajaran Islam dan mengungkapkan keinginannya untuk masuk Islam. Tapi teman baiknya malah menjawab, " You are crazy."

Mimpi Aneh

Namun Amira tetap mempelajari Islam. Hingga suatu malam ia mimpi aneh. Dalam mimpi itu, Amira dan sahabatnya tadi berada dalam sebuah gedung yang sangat luas dan ia duduk di lantai yang sangat tinggi. Di hadapannya ada seberkas sinar yang menembus kaca jendela, dan Amira mengajak sahabatnya untuk keluar dan melihat sinar apakah itu. Sahabatnya takut, namun Amira terus membujuknya.

Sahabat Amira itu akhirnya mau keluar dan mereka menyaksikan sebuah kota yang kosong, gedung-gedung di kota itu nampak tua dan kotor. Keduanya lalu melihat seorang laki-laki datang dengan membawa cemeti. Amira dan temannya ketakutan dan pada saat itu, laki-laki dalam mimpi Amira berkata,"Kamu mengatakan bahwa kamu sudah mengetahui kebenaran, mintalah pertolongan pada Tuhan-mu dari semua ini."

Sebelum sempat menjawab, Amira terbangun dari tidurnya dan merasa tubuhnya sangat lemah, ia bahkan merasa lumpuh dan tak bisa bergerak sedikitpun. Ia menceritakan mimpinya pada salah seorang sahabat Muslimnya. Sahabatnya itu menyarakan agar Amira segera masuk Islam. Teman Amira lainnya yang beragama Katolik menganggap Amira sedang bingung dan menyarankannya untuk meminta pertolongan "Tuhan" (Yesus) untuk menemukan kedamaian sejati.

Amira masih belum tergerak hatinya untuk memeluk Islam dan kembali melakukan riset di internet tentang Islam dan bertemu dengan seorang Muslimah bernama Dina Stova yang mengirimkannya email-ermail tentang Islam. Amira masih juga mencari-cari alasan ketika Dina menanyakan mengapa ia belum juga mengucap syahadat, hingga sahabatnya itu mengatakan, "Islam adalah agama yang mengajarkan toleransi, cobalah setahap demi setahap."

Mendengar perkataan Dina, Amira akhirnya menyatakan ingin masuk Islam dan langsung mengucapkan dua kalimat syahadat. "Setelah mengucapkan kalimat syahadat, tiba-tiba saja saya merasakan kedamaian itu. Kedamaian hati yang selama ini saya cari dalam hidup saya. Rasanya sudah jelas, jawabannya adalah Islam. Sekarang dan selamanya, saya adalah seorang Muslimah," tukas Amira.

Namun Amira harus menghadapi tantangan berat dari keluarganya. Saudara laki-lakinya, sempat setahun tidak mengajaknya bicara setelah tahu ia memeluk Islam. Tapi Allah Maha Besar, pada 16 Oktober 2007 saudara laki-lakinya itu malah ikut masuk Islam dan mengucap dua kalimat syahadat.

Saat ini, Amira terus melakukan pendekatan pada keluarganya, agar seluruh keluarganya juga mau masuk Islam dan menerima pesan-pesan Islam yang disampaikannya. Sebuah perjuangan yang tidak ringan bagi seorang mualaf seperti Amira.

THOMAS WEBBER DAN AGAMA TERORIS

Serangan 11 September 2001 menjadi titik awal perang AS melawan teror di bumi-bumi Muslim. Invasi AS ke Irak dan Afghanistan membuat dunia percaya bahwa Islam dan Muslim identik dengan kekerasan dan terorisme. Tapi kampanye-kampanye negarif tentang Islam dan Muslim yang demikian gencar justeru membuat banyak non-Muslim di Barat yang tertarik mempelajari Islam dan tak sedikit diantara mereka yang akhirnya memilih menjadi seorang Muslim. Mereka berani mengucap dua kalimat syahadat karena yakin Islam sebenarnya adalah agama yang paling sempurna dan mengajarkan perdamaian.

Thomas Webber seorang pemuda Inggris, adalah salah satu orang yang tidak percaya begitu saja dengan kampanye hitam terhadap Islam yang dilakukan dunia Barat. Terlahir dari keluarga Kristen, Webber dan saudara-saudara kandungnya; satu orang kakak lelaki dan dua adik perempuan kembar, diwajibkan ikut sekolah Minggu oleh ibunya.

Sejak kecil, Webber memang sudah dikenal cerdas. Apa yang diajarkan di sekolah Minggu membuat Webber kecil bertanya-tanya mengapa Tuhan yang ia kenal penuh cinta kasih dan memiliki kekuatan seperti keyakinan dalam Kristen, harus membunuh anaknya untuk menanggung beban dosa-dosa manusia. Webber berpikir ajaran itu tidak masuk akal. Waktu terus berjalan, Webber pun beranjak remaja. Pada masa ini, Webber tidak lagi terlalu memikirkan konsep ketuhanan. Bagi Webber, hari-hari besar keagamaan adalah hari libur dimana ia bisa santai atau saatnya bagi-bagi hadiah. Dia memandang orang-orang yang percaya pada agama adalah orang-orang yang cara berpikirnya lemah atau bodoh, karena mereka tidak bisa membuktikan ajaran agama mereka seperti pembuktian dalam ilmu pengetahuan yang ia pelajari di sekolah.

Di ulangtahunnya yang ke-13, terjadi perubahan dalam diri Webber. Ia merasa mulai peduli lagi pada agama. Tapi bukan dalam artian ia kembali menjadi penganut Kristen yang religius. Tapi hanya meyakini bahwa ada satu kekuatan atas segala sesuatu yang ia tidak mampu melakukannya.

Webber pun mulai mempelajari bermacam-macam agama, kecuali Islam. Agama-agama yang ia pelajari membuatnya berpikir bahwa semua agama itu bertujuan untuk membuat orang menjadi lebi bermoral. Webber merasa masih ada sesuatu yang kurang dari beragam agama yang sudah ia pelajari. Pencarian atas kebutuhan jiwanya yang belum terpenuhi itupun terus ia lanjutkan.

Menemukan Kebenaran Islam

Tahun 2001, terjadilah serangan 11 September ke gedung kembar World Trade Center di New York yang membuatnya hampir tak percaya menyaksikan tragedi itu. Namun ramainya pemberitaan tentang peristiwa kelabu itu sama sekali tidak terlalu mempengaruhi kehidupannya. Perhatiannya mulai terusik ketika laporan-laporan tentang serangan itu mulai menyebut-sebut tentang teroris Islam, tindakan balasan terhadap Muslim dan dilanjutkan dengan laporan-laporan tentang serangan ke Afghanistan lalu ke Irak. Webber mulai mempertanyakan semua itu dan tergerak untuk mencari kebenaran tentang Islam.

“Saya tidak begitu saja percaya bahwa orang-orang Islam bisa menjadi teroris yang hanya bisa membunuh dan menimbulkan kebencian. Bagi saya itu sangat aneh, sehingga saya mengabaikannya. Tapi mungkin ini adalah saat ketika saya untuk pertama kalinya benar-benar merasa ingin untuk belajar agama,” kata Webber.

Di tahun keenam masa kuliahnya, Webber berkenalan dengan seorang Muslim. Dari sahabat Muslimnya itulah Webber menemukan menemukan bukti yang jelas dan nyata bahwa orang-orang Muslim adalah seperti penganut-penganut agama lain pada umumnya, dan bukan orang-orang yang brengsek dan hanya bisa melakukan kekerasan.

Sejak itu, Webber mulai serius belajar Islam. Ia diam-diam menggali berbagai informasi tentang Islam dari internet. Ia melakukannya saat sedang seorang diri, karena Webber mengaku belum siap jika ada orang yang melihatnya atau berpikir Webber sedangn mempertimbangkan masuk agama tertentu, apalagi memilih agama Islam. Tapi Webber meyakini apa yang ia baca tentang Islam, meski ia sedikit mengalami kebingungan yang membuat perjalanannya menuju Islam agak tersendat.

Pada suatu saat di Musim Panas, Webber merasa bahwa ia sudah hampir mantap untuk memilih Islam, meski masih banyak pertanyaan-pertanyaan yang berseliweran di kepalanya dan ia tidak punya tempat untuk bertanya. Untunglah sahabat Muslimnya menelponnya dan butuh berjam-jam buat Webber untuk mengatakan bahwa ia bantuan sahabatnya itu.

Akhirnya, Webber berani mengatakan bahwa ia masih bingung tentang agama. Saat itu Webber masih belum mau mengatakan bahwa ia ingin masuk Islam sampai ia benar-benar yakin bahwa ia harus menjadi seorang Muslim.

Kesempatan itu akhirnya datang juga. Di ulangtahunnya yang ke-20 Webber memutuskan untuk mengucapkan dua kalimat syahadat, beberapa hari sebelum ia berangkat ke London untuk menghadiri Konferensi ”Global Peace and Unity”.

”Malamnya, saya berusaha tidur tapi yang terdengar di telinga saya hanya suara adzan. Itulah saat-saat terindah yang pernah saya rasakan,” tukas Webber menceritakan betapa gelisahnya ia menunggu detik-detik bersejarah dalam hidupnya, mengucapkan dua kalimat syahadat.

Setelah menjadi seorang Muslim, Webber masih harus berjuang keras agar ia bisa diterima oleh keluarganya. Perjuangannya tak sia-sia, karena keluarga sekarang sudah menerimanya menjadi seorang Muslim. Tapi perjalanan Webber sebagai mualaf masih panjang.

”Sekarang saya masih belajar hadist dan alQuran dan hal-hal lainnya tentang Islam,” tandas Webber.

SEMANGAT GAZA


Jalur Gaza adalah sebuah wilayah di Palestina, luasnya sekitar 365 km persegi, dihuni oleh 1, 6 juta orang, sangat terkenal karena perjuangan rakyatnya yang tidak kenal lelah melawan penjajah Zionis Israel. Diembargo, diblokade sudah berbulan-bulan sejak kemenangan Hamas pada pemilu yang berlangsung pada hari Rabu, 25/1/2006, dikurung oleh penjajah Zionis Israel dalam tembok “Rasial”, tingginya sekitar 8 meter. Tujuannya adalah agar penduduk Jalur Gaza menyerah dan bertekuk lutut mengikuti keinginan dan skenario penjajah yaitu menggembosi kelompok perlawanan Palesina, Hamas.

Semua tindakan zalim penjajah Zionis Israel tersebut tidak berhasil menekan penduduk Jalur Gaza, bahkan saat ini terjadi perlawanan yang terus berkobar dengan semangat jihad yang tinggi dilakukan pejuang-pejuang Palestina untuk meraih kemerdekaan hakiki.

Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur'an dengan jihad yang besar.(QS: Al-Furqaan/25: 52).

Penjajah Zionis Israel menjadi kalap, hilang akal sehatnya sehingga tidak mampu lagi membedakan orang tua dan anak-anak, tidak mampu lagi membedakan laki-laki dan perempuan, bayi dan orang dewasa.

Sejak tanggal 28 Februari sampai 5 Maret 2008, menurut Lembaga HAM Palestina, penjajah Zionis Israel telah melakukan aksi pembunuhan yang belum pernah dilakukannya sejak menarik mundur pasukannya dari Jalur Gaza pada tahun 2005.

Dalam satu pekan, Zionis Israel telah membunuh 110 orang rakyat Palestina, 51 orang merupakan penduduk sipil, 6 orang perempuan dan 27 orang adalah anak-anak laki dan perempuan. Selain itu, ada 236 orang yang luka parah, separuhnya adalah penduduk sipil, 11 orang di antaranya adalah perempuan, 58 orang anak laki dan perempuan.

Akibat serangan berutal yang dilakukan penjajah Zionis Israel, serangan yang tidak kenal prikemanusiaan, anak-anak yang tidak berdosa ditembak kepalanya, bayi yang baru berumur 20 hari dibunuh, Jalur Gaza “menangis” dengan tangisan yang sedih, tangisan yang memilukan, tangisan yang meneteskan “air mata darah”, bukan tangisan takut kepada penjajah Zionis Israel, sekali lagi bukan! Karena rakyat Jalur Gaza hanya takut kepada Allah Yang Maha Gagah Perkasa.

Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.(QS: An Nuur/ 24:52)

“Tangisan” Jalur Gaza karena sedih melihat pemimpin dunia Islam sibuk dengan syahwat kekuasaan dan dunianya, membiarkan saudarannya dizalimi, menderita akibat kejahatan penjajah Zionis Israel.

Umat Islam di dunia saat ini jumlahnya sekitar 1, 3 milyar, tampaknya tidak peduli terhadap rakyat di Jalur Gaza, Palestina, kalaupun ada yang peduli hanya segelintir orang. Berbulan-bulan diblokade, berhari-hari bahkan sampai sepekan ditembaki, dihantam roket penjajah Zionis Israel, tidak ada satupun pemimpin dunia Islam yang mampu menghentikan serangan brutal penjajah Zionis Israel tersebut.

Diamnya pemimpin dunia Islam sungguh sangat merisaukan hati rakyat Palestina, khususnya di Jalur Gaza, hati orang-orang yang beriman, hati Ketua Forum Ulama Internasional, Syekh. Dr. Yusuf Al-Qaradhawi. Syekh Al-Qaradhawi mengatakan, Saya serukan umat Islam semuanya. Saya berseru kepada para pemimpin negara, dan pemerintahan dunia Islam semuanya. Saya serukan semua umat Islam untuk berdiri secara jantan mendukung Gaza. Kalian harus bisa menunjukkan kekuatan di hadapan penjajah Israel. Kalian harus bisa menekan pemerintahan untuk bisa berkata dan bersikap menolak kekejaman Israel.

Itulah ulama yang berani mengingatkan pemimpin Islam agar ada kepedulian terhadap urusan kaum muslimin, urusan umat Nabi Muhammad saw, tidak berdiam diri ketika umat Islam dibantai berhari-hari dinegeri para nabi, Palestina. Darah merah mengalir membasahi bumi, air mata kesedihan membasahi pipi.

Siapakah yang mau menghibur “Jalur Gaza” yang sedang menangis agar dapat tersenyum? Siapakah yang mau menghapus linangan “air mata darah” yang membasahi bumi para nabi?

ALBUM DUKA AFGAN


Perang yang diluncurkan agresor AS di Afghanistan menorehkan luka dan penderitaan bagi jutaan rakyat Afghanistan. Duduk di dalam rumahnya yang sederhana di sebuah bukit yang suram sambil melihat ibukota Afghanistan dari kejauhan, Waheeda tidak tahu lagi kemana harus meminta bantuan.

"Aku bahkan tidak bisa minum sendiri," keluh Waheeda kepada AFP, Sabtu 22 November.
Waheeda adalah seorang ibu dari enam orang anak yang kehilangan kedua tangan dan satu kakinya dalam sebuah ledakan di Kabul beberapa tahun lalu.

Wanita Afghan ini juga tidal lagi dapat melihat dengan jelas dan wajahnya pun dipenuhi goresan bekas luka. Bahkan dia juga ditinggal suaminya yang juga meninggal dalam sebuah serangan.

Anak perempuannya yang berusia 15 tahunlah yang menjadi tangan dan kakinya, memasak, membersihkan dan menyuapi dia makan dan minum.

Saat ini Waheeda dan anak-anaknya tinggal bersama adiknya yang seorang polisi.

Sekitar 2,7% penduduk Afghanistan, kira-kira tiap satu dari 5 keluarga mengalami kecacatan, menurut sebuah cacatan survei Handicap International. 36 % cacat fisik, 26 % cacat sensorial, 20 % epilepsi dan 10% cacat mental.

Di tempat lain, Nafisa, wanita 27 tahun memiliki wajah yang rupawan tetapi tidak memiliki kaki. Dia menyeretkan badannya untuk bergerak dalam rumahnya yang bersih, dia bahkan tidak bisa naik kursi roda sendirian. Nafisa sendiri juga kehilangan empat saudaranya.

Itulah gambaran kehidupan rakyat Afghanistan yang terus dilanda peperangan. kaum-kaum kufar terus mengincar Afghanistan sebagai lahan pertempuran bagi mereka untuk menghancurkan negeri-negeri kaum muslimin.

RAPER MENEMUKAN ISLAM

Usianya 19 tahun ketika memutuskan mengucapkan dua kalimat syahadat. Sebelumnya, pemuda yang sekarang bernama Bilal Chin ini, bahkan tidak tahu bahwa Islam itu agama. Ketika ia melihat perempuan-perempuan yang mengenakan jilbab atau melihat Muslim berpuasa, Bilal hanya berpikir bahwa mereka pasti orang Asia atau Arab dan jilbab serta puasa hanya bagian dari budaya mereka, bukan perintah agama.

Anak Band

Bilal muda sangat gemar main musik. Ia dan beberapa temannya di London Selatan membentuk group band dan mulai berkarir di musik. Bilal punya seorang teman yang kakaknya cukup terpandang dan dihormati di lingkungannya tinggal. Di London Selatan, kata Bilal, jika seseorang memilik kekayaan dan terpandang di lingkungannya, maka orang bisa disebut "orang sukses" dan Bilal sangat menghormati kakak temannya itu.

Bilal dikenal sebagai "penyanyi rap yang sopan". Ia dan teman-temannya berlatih musik di sebuah ruangan bawah tanah di rumah sahabatnya itu. Ketika berlatih, kakak sahabat Bilal, seringkali turun ke bawah dan meminta mereka untuk menghentikan latihannya untuk beberapa menit. Beberapa lama kemudian Bilal baru tahu, mereka diminta berhenti sejenak karena kakak temannya itu hendak menunaikan salat.

Kakak sahabat Bilal tidak pernah menceramahi Bilal dan teman-temannya soal agama. Tiap kali ada kesempatang ngobrol, kakak sahabatnya itu cuma berbicara tentang tujuan hidup mereka dan kemana mereka akan pergi setelah mati. Saat itu Bilal percaya akan adanya Tuhan dan ketika manusia mati maka manusia itu akan dimintai pertanggungjawabannya selama hidup di dunia.

Bilal sangat terkesan dengan apa yang dikatakan kakak sahabatnya tadi dan mendorongnya ingin menjadi seseorang yang tahu apa tujuan hidupnya. Bilal ingin memastikan bahwa Tuhan menyayanginya dan menyukai apa yang ia lakukan dalam hidup ini.

Bilal makin menghormati kakak sahabatnya dan dari dialah Bilal tahu tentang kitab suci al-Quran. Bilal berpikir, al-Quran pastilah kitab suci yang sangat baik karena telah membuat kakak sahabatnya itu menjadi orang yang sangat baik.

Mengenal Islam

Karena tertarik untuk mengetahui isi al-Quran, Bilal dan kakak sahabatnya tadi pergi ke sebuah toko buku Islam di London Selatan. Si pemilik toko, juga menyarankan Bilal untuk membeli buku The Truth of the Life of this World karya Harun Yahya.

Dari buku itu Bilal belajar bahwa harta yang melimpah, kehormatan dan kesuksesan bahwa jika manusia bisa memiliki dunia dan seisinya, semua itu sama sekali tidak bernilai di mata Allah swt jika manusia tersebut tidak beribadah pada Allah semata. Karena Allah hanya menyuruh umatnya di dunia untuk beribadah padaNya. Bilal mulai merasa hatinya tertambat pada Islam. Apalagi ketika teman Muslimnya mengatakan,"Jika kamu datang berjalan pada Islam, maka Islam akan mendatangimu dengan berlari."

Entah kebetulan atau tidak, Bilal jadi sering menemukan orang Islam. Pada suatu hari, ia pergi ke sebuah toko dengan bersepeda. Sesampainya di toko, ia bertemu seorang Muslim yang berbaik hati mau menjaga sepedanya sementara ia berbelanja di toko. Ketika masuk toko, ia mendengar penjaga toko yang sedang berbicara di telepon mengucapkan "Assalamu'alaikum." Bilal pun merasa Islam mendatanginya dari berbagai arah.

Bilal makin tertarik mempelajari agama Islam dan mulai membaca buku-buku Islam. Dan di usinya yang ke-19 Bilal memutuskan masuk Islam dan mulai bersosialisasi dengan komunitas Muslim. Tentu saja sebagai mualaf, Bilal masih agak kaku dan bingung saat belajar salat. Siring waktu berjalan, Bilal pun terbiasa dan makin banyak teman dari kalangan Muslim.

Banyak teman-teman lama Bilal yang merasa ingin tahu mengapa Bilal masuk Islam. Sungguh tak terduga, Bilal justru mampu membuat beberapa temannya juga tertarik mempelajari Islam dan akhirnya ikut masuk Islam. Mulanya ada tiga teman, kemudian jadi sepuluh dan sampai 50 orang teman-temannya dari kalangan pemuda kulit hidum masuk Islam. Mereka kadang jalan bersama-sama ke masjid. Apalagi diantara pemuda itu ada yang dulunya sering melakukan tindakan kriminal, tapi sekarang mereka berjalan menuju masjid. Sungguh pemandangan yang menakjubkan.

Sekarang, di pertengahan usia duapuluhtahunan Bilal memilih tinggal di Mesir. Ia mengatakan, lingkungan Mesir sangat baik untuknya dan membantunya menjauhkan diri dari lingkungan lamanya di London Selatan. Mesir menjadi tempat Bilal untuk memulai kehidupan barunya untuk menjadi seorang Muslim sejati.

Jumat, 21 November 2008

Kapten James Yee


“Aku prajurit Amerika, seorang warga negara, dan seorang patriot. Tapi dalam tatapan kecurigaan, aku minoritas sesat yang tidak memiliki hubungan inklusif dengan pemerintahan nasional Amerika. Aku hanya seorang muslim.” Demikian Yee menulis di bagian akhir kesaksiannya atas kebrutalan tentara Amerika atas dirinya dan tawanan muslim yang lain.

James Yee adalah seorang mualaf lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di AS. Mulanya, ia adalah pemeluk Kristen Lutheran. Ia memilih untuk memeluk Islam ketika ke Suriah. Setelah lulus dari West Point ia bertemu dengan seorang wanita bernama Huda yang kemudian menjadi istrinya. James Yee lulus dari West Point pada tahun 1990, mengabdi di Angkatan Darat AS selama empat belas tahun, termasuk tugas di Arab Saudi pasca-Perang Teluk I. Setelah memeluk Islam pada tahun 1991, ia belajar Islam dan bahasa Arab di Damaskus- Suriah selama empat tahun. Ia telah dua kali menunaikan ibadah haji ke Makkah.

Pada awal 2001, dia kembali ke dinas militer di tengah sentimen AS yang kuat terhadap Islam pasca tragedi WTC. Di penjara Guantanamo (Gitmo) dia ditugaskan sebagai ulama militer (chaplain) yang melayani seluruh tahanan yang semuanya muslim. Penjara Gitmo yang berada di Kuba adalah tempat meringkuknya tawanan yang dituduh berkomplot dengan Osama bin Laden dan mantan Pasukan Taliban.

Ketika tiba di Guantanamo, Yee menemukan banyak sekali kebrutalan yang dilakukan terhadap orang-orang Muslim yang menjadi tahanan di sana. Namun karena awalnya ia menganggap kebrutalan ini dilandasi oleh ketidaktahuan, Yee justru memandang kondisi ini sebagai tantangan baginya. Yee tidak hanya ingin memberikan pelayanan spiritual kepada para tahanan, namun ia juga ingin mendidik para personel militer AS tentang Islam.

Sayangnya, hal inilah yang menyeretnya ke dalam kubangan masalah. Karena memperlakukan para tahanan dengan hormat dan bermartabat, bicara yang baik-baik tentang Islam, serta memimpin kegiatan-kegiatan keagamaan, Yee malah dipandang sebagai teroris, dipandang sebagai musuh.

Karena James Yee seorang Muslim, ia dicurigai dan diperlakukan semena-mena olah para prajurit lain. Para prajurit itu mengabaikan perintah-perintahnya sebagai Kapten Angkatan Darat AS. Ini merupakan tindakan indisipliner, namun tak ada tindak lanjutnya. Ini membuktikan bahwa seorang Muslim tidak bisa menjadi tentara sungguhan di AS, apalagi menjadi perwira.

Sebagian besar kebrutalan yang dilakukan terhadap James Yee dan para tahanan lain di Guantanamo merupakan tanggung jawab Jenderal Geoffrey Miller, orang yang berkuasa di Guantanamo. Jenderal Miller sepertinya punya dendam dan kebencian pribadi terhadap Yee dan kaum Muslimin. Entah apa motifnya.

Keyakinan Kristen Miller sendiri yang radikal dipercaya ikut andil dalam segala tindak-tanduknya di Guantanamo. Namun, sayangnya, James Yee-lah yang menghadapi dakwaan kriminal, buka Miller. Yee-lah yang terpaksa mengundurkan diri, bukannya Miller. Padahal Miller-lah—beserta sejumlah perwira senior lainnya—yang seharusnya dipecat dengan tidak hormat dari dinas militer.

Kekerasan dan perilaku tidak manusiawi yang bertubi-tubi mengakibatkan beberapa tahanan harus pingsan dan mencoba bunuh diri. Pelecehan terhadap Islam dipertontonkan oleh para penjaga. Alquran dilempar, ditendang, diinjak dan dirobek. Lemparan batu juga dilakukan pada tahanan yang sedang shalat berjamaah. Di Kamp X-ray dan Delta tahanan dipaksa berlutut berjam-jam di bawah panggangan matahari, sementara kaki dan tangan diborgol. Jika meratap minta minum, maka para penjaga memberinya tendangan. Tidak hanya itu, tahanan juga disuruh mandi air kencing dan kotorannya.

Amerika rupanya enggan menerapkan Konvensi Jenewa kepada tahanan muslim di kamp militer Guantanamo.

Penganiayaan dan pelecehan seksual terhadap tahanan muslim di Penjara Guantanamo bukanlah isapan jempol. Ratusan orang yang terkurung di kamp militer Amerika Serikat itu mendapat perlakuan sangat tidak manusiawi.

James Yee membeberkan kekejaman tentara Amerika di Penjara Guantanamo berdasarkan kesaksiannya saat bertugas di sana. Pelecehan dan pembunuhan karakter dialaminya. Hanya karena Yee beragama Islam dan berusaha berbuat lebih beradab. Juga karena ia seorang imam muslim—dai (pendakwah)– di lingkungan militer Amerika yang berupaya meluruskan kekeliruan pemahaman tentang Islam kepada temannya sesama prajurit. Kisah tragis yang dialami Yee, tentara Amerika keturunan Cina berpangkat kapten ini, berawal dari masa dinasnya di Guantanamo.

Dalam kurun 10 bulan bertugas di Kamp Delta—sebutan untuk delapan blok penjara itu—ia menjadi saksi kekejaman yang dialami para tahanan. “Bahkan mereka tidak mendapatkan perlindungan seperti yang tercantum dalam Konvensi Jenewa,” papar Yee memberi kesaksian.

Pemerintahan Presiden George W. Bush dan kalangan militer enggan menerapkan konvensi itu kepada tahanan muslim yang disebutnya sebagai teroris. Para “pejuang” muslim, musuh Amerika dari berbagai negara, tidak memperoleh haknya sebagai tahanan perang.

Dapat dipastikan, penganiayaan terhadap tahanan dan pelecehan kitab suci Al-Qur’an kerap terjadi saat tahanan menjalani pemeriksaan. Polisi militer di penjara sering menggunakan lembaran Alquran untuk membersihkan lantai. Aku sering menemukan sobekan lembar Alquran di lantai. Hampir setiap hari terjadi pertikaian keras antara penjaga dan tahanan yang berujung penyiksaan. Terkadang prajurit Amerika yang bukan muslim sengaja membuat keributan selagi tahanan tengah beribadah.

Tak jarang pula tahanan dipaksa meninggalkan shalat untuk menjalani pemeriksaan. “Lambat laun aku sadar bahwa usahaku untuk memberikan pengajaran tentang toleransi membuat kecurigaan mereka semakin dalam,” tulis Yee. Dan siapa pun yang bertugas di kamp itu harus tetap menjaga kerahasiaan tentang apa pun yang dilihat dan dialami.

Diam-diam, gerak-gerik prajurit yang bertugas pun selalu diawasi oleh agen rahasia pemerintah, baik dari FBI maupun badan intelijen militer. Yee yang sejak masuk Islam menambahkan Yusuf dalam namanya, tak luput dari pengawasan. Hingga akhirnya, Yee diciduk pada 10 September 2003 di Bandara Jacksonville, Florida.

Selama 10 hari dia dikurung di sel dan diperlakukan seperti tahanan. Diperiksa dengan telanjang, tidak diberi makan, diborgol tangan dan kaki, pengaburan panca indera, serta perlakuan lainnya tanpa mempertimbangkan bahwa dia adalah seorang perwira angkatan darat.

”Mereka tidak peduli pangkatku kapten, lulusan West Point, akademi militer paling bergengsi di Amerika Serikat. Mereka tidak peduli agamaku melarang telanjang di hadapan orang. Mereka tidak peduli belum ada dakwaan resmi terhadapku. Mereka tidak peduli istri dan anak-anakku tidak mengetahui keberadaanku. Mereka pun jelas tidak peduli kalau aku adalah warga Amerika yang setia dan, di atas segalanya, tidak bersalah”.

Sejak saat itu, beragam tuduhan dilontarkan untuk menjeratnya. Pengkhianatan, persekongkolan dengan teroris, hingga isu perselingkuhan ditebar. Sejumlah koran Amerika sendiri sempat terjebak pada kekeliruan informasi yang disebar intel.

Mereka menyebut Yusuf Yee sebagai antek Taliban. Isu perselingkuhan yang sengaja ditebar ke koran nyaris menghancurkan rumah tangganya. Teror dan fitnah juga dilancarkan agar istrinya juga turut membencinya.

Istrinya menggenggam pistol di tangan yang satu dan dua butir peluru di tangan lainnya. “Ajari aku cara menggunakannya,” bisik wanita itu melalui telepon dari apartemen mereka di Olympia, Washington. Dari semua hal yang pernah dilalui James Yee—penahanan, tuduhan spionase, 76 hari di dikurung di sel isolasi—ini adalah yang terburuk.

Rasa takut membadai di dadanya saat bicara di telepon dengan istrinya. Sebagai seorang ulama militer, Yee telah dilatih untuk mendeteksi dan mencegah tindakan bunuh diri. Yee tahu bahwa kondisi Huda telah kritis. Istrinya itu telah menemukan pistol Smith & Wesson miliknya yang disimpan di tempat tersembunyi di dalam lemari. Huda sudah merencanakan ini. Yee merasa tak berdaya…

Yang lebih mencengangkan, ada anak di bawah umur dijebloskan ke penjara ini dengan tuduhan sebagai anggota jaringan teroris. Seorang di antaranya adalah Omar Khadir, bocah muslim asal Kanada yang baru berusia 15 tahun.

Kesaksian James Yee ini kian menjelaskan apa yang sesungguhnya terjadi di penjara-penjara khusus Amerika. Yee menyebutkan, perang melawan terorisme yang dicanangkan Presiden Bush melahirkan kegilaan di kalangan militer Amerika. Yee menjadi korban kegilaan itu.

Pengalaman kelam selama lebih dari satu tahun dalam tahanan militer memberinya pelajaran berharga. Kondisi militer Amerika jauh dari gambaran ideal Yee. Perbedaan dan kehormatan serta kemerdekaan menjalankan agama tidak dijamin.

Agama dan keyakinan ternyata masih menjadi masalah utama di dunia militer negeri yang mengaku demokratis itu. “Mereka tidak mempertimbangkan bahwa aku adalah seorang prajurit yang setia,” tulis James Yee.

Kesaksian Yee ini layaknya film drama produksi Hollywood. Seorang perwira militer Amerika Serikat dijebloskan ke penjara berdasarkan sangkaan spionase, melakukan pemberontakan, menghasut, membantu musuh, dan menjadi pengkhianat militer dan negara.

Tapi semuanya tidak terbukti dan akhirnya perwira itu dibebaskan dari semua dakwaan. Kapten James Yee, perwira itu, mendapatkan perlakuan tak beradab dari militer AS karena dia beragama Islam dan reaksi paranoid AS terhadap Islam yang sama sekali tak beralasan.

Tapi publik AS tahu bahwa itu bohong. Sementara kredibilitas militer AS runtuh akibat kecerobohannya dalam kasus ini. Bahkan New York Times edisi 24 Maret 2006 menurunkan tajuk rencana berjudul “Ketidakadilan Militer”.

Meskipun sama sekali bersih dari tuntutan, namun keinginannya untuk tetap mengabdi pada Tuhan dan negara pupus. Yee “terpaksa” mundur dari militer pada 7 Januari 2005. Sayangnya, karier militer dan reputasinya telah lebih dulu hancur. Bahkan hingga kini statusnya masih ‘dalam pengawasan’.

AS benar-benar paranoid. Siapa pun yang dianggap musuh, apa pun dilakukan. Tidak peduli itu bertentangan dengan hak asasi manusia, keadilan konvensi internasional, atau hal lainnya yang selalu digemborkannya sendiri.

Kasus Yee dan Penjara Guantanamo makin merontokkan citra AS di mata publik dunia. Kini penutupan penjara Gitmo sedang dipertimbangkan karena tekanan dunia internasional melalui PBB, termasuk sekutu dekatnya, Inggris dan Italia. Sekitar 500 tahanan dari 35 negara kini masih meringkuk dalam penjara itu.

Salah satu pelajaran yang bisa dipetik dari kasus Yee adalah peran media massa. Saat proses penahanan, lengkap sudah penderitaan Yee. Bukan saja dipenjarakan tanpa bukti, namun dia juga telah dihakimi oleh media massa (trial by the press) sebelum pengadilan digelar. Pers AS seperti Washington Post, New York Times, Guardian, Dll. yang mendengungkan hak asasi, justru bersifat tendensius dan tidak cover both sie. Informasi yang disajikan adalah versi militer AS.

Namun keteledoran pers tersebut ditebus dengan kritik pedas terhadap pemerintah setelah tuduhan terhadap Yee tidak terbukti. Artikel, tajuk rencana, dan berita-berita yang disuguhkan semuanya berupa pembelaan, bahkan sebagian media massa minta maaf pada Yee.

Patriotisme Yee musnah di mata pemerintah AS hanya karena dia sebagai Muslim taat menjalankan tugasnya sesuai ajaran agama dan perintah negara. Tapi dunia tahu bahwa dia adalah seorang patriot sejati yang hidupnya diabdikan kepada Tuhan dan negaranya.

Inilah kisah yang mengungkap sisi gelap perang terhadap terorisme yang berlebihan dan tanpa aturan, yang menebar bahaya di mana-mana dan mengakibatkan seorang patriot Amerika sejati diperlakukan layaknya musuh. Bukannya mendapat penghargaan atas jasa-jasanya, Yee malah dihukum. Reputasi Amerika sebagai negara hukum yang adil ikut tercoreng bersamanya. Kita seakan muak dengan kebijakan-kebijakan AS di bawah Bush dengan segala tindak-tanduk primitifnya yang mengacak-acak peradaban dan nilai-nilai kemanusiaan.

Apakah ‘perang melawan terorisme’ yang digagas Amerika Serikat (AS) benar-benar perang yang ditujukan untuk melawan ekstremisme demi tegaknya demokrasi? Ataukah label itu hanya bungkus bagi perang melawan Islam? Para pejabat AS di lingkaran Bush bersikeras bahwa agenda mereka bersifat politis, bukan religius. Namun faktanya, retorika dan tindak-tanduk AS di lapangan mengubah perang melawan terorisme menjadi perang melawan Islam. (dakwatuna.com)

Kamis, 20 November 2008

Itu namanya ditolak

Sudah lama Budi naksir cewek yang tinggal di kampung sebelah. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Cewek itu menerima cinta bagong dengan sepenuh hati, meski "proklamasi cinta" Baging dilakukan di gang sempit pinggir selokan.

Sayang, kisah-kasih di selokan itu tidak berjalan mulus. Orang tua si gadis keberatan karena Bagong belum bekerja. Namun keduanya pantang menyerah. Bahkan, setelah beberapa bulan menjalin kasih, Bagong memberanikan diri melamar. Ia menemui ayah si gadis.

"Pak kami sudah saling cinta, maka kami akan menikah. Kapan saya boleh menikahi anak bapak?" kata Bagong. Ayah si gadis jelas menolak. Namun untuk berkata terus terang, ia tidak sampai hati.

"Begini Nak Bagong. Bukan saya keberatan, tapi tunggulah saat yang tepat. Saat ini umur anak saya 20 tahun, umur Nak Bagong 24 tahun. Jadi, tunggulah sampai umur kalian sama," kata si bapak. Kontan saja si Bagong langsung pingsan... (Hidayatullah.com)

Rabu, 19 November 2008

Partai Kelihatan Santri

Tanggal 10 November (kalo ga salah) di Indonesia diperingati sebagai hari pahlawan. Pada saat yang sama sebuah partai ngaku dakwah menjadikannya sebagai iklan politik di media. Iklan yang kemudian menuai pro dan kontra karena memasukkan sosok mantan presiden korup kedalam jajaran pahlawan dan guru bangsa itu. Saya jadi ingat betul ketika murabi saya yang notabene kader partai ngaku dakwah itu menyampaikan kegelapan pada masa "pahlawan" tersebut. "Dulu," kenangnya, "Kita tidak boleh sembarangan berkumpul dan mengadakan kajian. Ketika sudah sampai pun sandal harus di masukkan agar tidak tampak ada kumpul-kumpul masa." Itu dulu ketika generasi tarbiyah baru muncul di Indonesia. Ketika dakwah masih jaya. Ketika rasa uang masih agak pahit dan terlampau berat bila harus di gadaikan dengan harga diri.

Iklan itu memang layak membawa perdebatan karena diusung oleh partai yang selama ini dianggap mambu santri (Partai Keliatan Santri). Tapi saya tidak akan mempermasalahkan hal itu karena kita pahami bahwa "partai juga butuh massa" seperti lagunya Samson.

Ok, timbang ngomongin pahlawan yang belum jelas, lebih baik kita ngomongin yang jelas-jelas pahlawan, bahkan saking pahlawannya orang-orang Kristen memalsukan namanya.

Dalam swaramuslim.net di sebutkan tentang siapa pahlawan yang saya maksud ini. Nama lengkapnya Ahmad Lussy tapi kita lebih mengenalnya dengan sebutan Thomas Mattulessy. Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Saparua seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah). Ia bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman. Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim Allah/Asisten Allah). Dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali.

Menurut sejarawan Ahmad Mansyur Suryanegara, Pattimura adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.

Bandingkan dengan buku biografi Pattimura versi pemerintah yang pertama kali terbit. M Sapija menulis, “Bahwa pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan.”

Sebelum di hukum mati, ia sempat mengeluarkan satu puisi.

Nunu oli Nunu seli Nunu karipatu Patue karinunu

"Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya)."

Bagi rekan-rekan yang merasa butuh pahlawan baru, kenapa tidak mencari sosok seperti Ahmad ini. Apa biar disebut Partai Kawannya Suharto? (Ups… sory sebut merk).

Selasa, 18 November 2008

Harapan untuk Desaku

Aku rindu desaku yang sejuk, indah, dan dingin seperti dulu. Desa yang ramai oleh kicau burung di kesejukan pagi. Berjalan di pematang perkebunan kol yang membentang hijau. "Desamu subur," kata beberapa teman mbak yang datang dari kota.
Namun, akankah semua itu bisa kembali setelah sebuah tower berdiri kokoh di sebelah rumahku. Tak ada lagi tanaman mantang yang menjalar hijau di bawahnya. Sapa nyiur di halaman rumah pun tak ada lagi. Kata orang ini kemajuan, tapi benarkah demikian? Apakah mereka tak mengerti arti keindahan? Ah... coba kalau desaku seperti Surga Maruyung ini:

Mereka membuka kampung hijau. Hidup secara organik. Memenuhi kebutuhan sendiri dan makmur.

Matahari mulai tergelincir ke ufuk barat, meninggalkan rona kemerahan membias di cakrawala. Tsabitah berlari menghampiri bundanya, memamerkan gaun putihnya yang kotor terkena tanah. Bocah perempuan itu bersama adik dan belasan sepupunya baru saja kembali mencari tutut, sejenis keong kecil, di sawah. Dengan bangga ia bercerita mereka berhasil menangkap tutut sore itu. Setelah dimasak, dalam sekejap, tutut-tutut itu tandas, masuk ke perut mereka.

Tak puas hanya mencari tutut, sebelum mandi sore, Tsabitah kembali bermain air bersama Azam, adik lelakinya. Genangan air di atas hamparan rumput yang baru saja disiram air irigasi menjadi arena bermain yang menyenangkan. Mereka memekik kegirangan dan tergelak sambil berseluncur dan berlarian di hamparan rumput.

Begitulah aktivitas anak-anak penghuni "Kampung 99 Pepohonan". Orang sering menyebut kampung itu Kampung Rusa, karena di tempat ini terdapat lima ekor rusa jenis timorensis. Keseharian anak-anak di sini tak lepas dari alam, mulai dari menangkap ikan, menanam pohon, menanam padi, sayuran, dan membuat roti. Keluarga besar Bagas Kurniawan, 39 tahun, memang memfokuskan kegiatan anak-anak mereka bergulat dengan alam. Keluarga ini menjalankan konsep gaya hidup organik, kembali ke alam.

Di lahan seluas 5 hektar di Desa Meruyung, Cinere, Depok, Jawa Barat, ini sepanjang mata memandang yang tampak hanyalah deretan pepohonan dan rumah panggung dari kayu. Di antaranya pohon meranti, trembesi, ulin, menteng, gandaria, bintaro, kemang, bambu, dan mahoni.

Kicau burung dan suara binatang lain menambah harmoni komposisi alam. Membuat siapa pun yang datang enggan beranjak. Lahan hunian dengan basic farming dan botanical forest ini terbentang memanjang di antara dua sumber air yang tak pernah kering, kali irigasi yang sudah ada sejak zaman Belanda dan Sungai Pesanggrahan. Deretan pohon jati putih yang baru berusia 20 bulan di sekeliling kampung itu menambah keasrian dan kesejukan. Kontur tanah yang berjenjang menambah keindahan pemandangan kampung yang dihuni 10 keluarga ini.

Bagas tak pernah membayangkan lahan yang mulai mereka tanami sejak tahun 2002 itu akan menjadi areal hunian yang hijau, rindang, dan sejuk dalam waktu yang cepat. Pasalnya, ketika awal menanam, lahan ini adalah areal persawahan kritis yang gersang karena pestisida. "Petani kita kan maunya instan. Mereka semprotkan segala macam pestisida," katanya.

"Pohon jati putih

ternyata bisa

mengikat suhu"

(Bagas)

Selain itu, saluran irigasi untuk mengaliri sawah juga rusak berat. Tanahnya pun pecah-pecah. Pohon yang tumbuh di sana mulanya hanya tujuh batang, yaitu pohon rengas, jambu, dan mangga. Padahal, kata warga setempat, dulu kawasan ini merupakan bukit yang lebat. "Awalnya di sini panasnya mencapai 41 derajat celsius, " tambahnya.

Kegiatan menanam itu dilakukan seluruh keluarga yang sebelumnya berdomisili di Kebayoran Baru dan Bintaro, Jakarta Selatan. Hampir setiap hari mereka datang ke Meruyung untuk menanam dan beternak. Saluran irigasi yang rusak diperbaiki. Kolam-kolam pun mulai dibangun dan disi ikan patin, nila, bawal, dan gurami. Sawah-sawah mulai ditanami padi tanpa menggunakan pestisida. Gaya hidup organik mulai diterapkan.

Ternyata berhasil. Perlahan suhu udara di Kampung 99 Pepohonan turun. Kini pada malam hari suhu mencapai 14 derajat celsius. Menurut Bagas, itu berkat pohon jati putih. "Pohon jati putih ternyata bisa mengikat suhu dan melepaskan dalam bentuk cairan. Jadi, kalau kita ada di bawahnya akan melihat ada cairan menetes, makanya lembab," katanya.

"Kami dapatkan sesuatu di tanah yang semula gersang ini, yang tidak pernah kami bayangkan," kata sosiolog perekonomian ini.

Hunian yang ramah lingkungan dan terbuka kini mulai dibangun. Luas setiap rumah kayu yang dibangun tak lebih dari 100 meter persegi, tanpa pagar, dan dibangun bersama oleh seluruh penghuni Kampung 99 Pepohonan. Setiap keluarga mempunyai kolam penyangga untuk memelihara ikan atau ternak dan kebun minimal 100 meter persegi.

Kayu yang digunakan untuk membangun rumah bukanlah kayu yang mahal. Mereka menggunakan kayu yang mudah ditemukan di sekitar Meruyung. "Kami pakai kayu kampung. Di sini banyak perumahan, yang ketika membangunnya, developer melakukan land clearing tanah. Sebelum dibuldozer, tanaman itu kami bayar. Kami potong sendiri, belah, dan rendam 12 bulan di sungai biar awet," tutur Bagas.

Kampung 99 Pepohonan mulai dihuni pada tahun 2005. Menurut Teddy, adik Bagas, yang lebih sulit justru mengubah perilaku dan kebiasaan untuk menyesuaikan kehidupan alami di kampung ini. Dulu menanam pohon diprotes warga sekitar. "Warga sekitar takut ada ‘penunggunya'. Tapi dikasih pengertian bahwa pohon itu tujuannya untuk menguatkan tanggul kali irigasi," ujar pria berusia 33 tahun ini.

Ekosistem di kampung ini mulai membaik. Alhasil, binatang-binatang liar berdatangan, mulai dari kunang-kunang, tupai, ular, hingga biawak. Semua tumbuh dan berkembang di sini.

Bagas dan Teddy menjaga ekosisitem ini. Semua penghuni dilarang menebang pohon, memetik daun, membuang sampah sembarangan, apalagi sampah plastik. Agar lingkungan asri dan udara segar terus didapatkan, seluruh penghuni tidak merokok.

"Inilah yang dibilang

ekonomi barter."

(Teddy)

Kata Teddy, dulu hampir semua keluarganya perokok berat. Dia biasa menghabiskan lima bungkus rokok per hari. Karena tekad yang kuat mewujudkan hunian impian, mereka bersepakat berhenti merokok. Mereka tabung uang rokok untuk membangun rumah yang kini mereka tempati.

"Dulu saya tinggal di Bintaro. Saat liburan, bangun pagi anak-anak langsung menyetel tV, play station, komputer atau pergi ke mal. Sehari-hari berinteraksi dengan alat. Jadi takut ketemu orang, social phobia. Mereka jadi manusia yang apatis," katanya.

Bukan hanya mengonsumsi semua makanan yang alami, mereka juga membangun hubungan sosial dengan pola baru. Hubungan antartetangga dibangun atas dasar keterbukaan dan kolektivisme. Teddy mencontohkan, untuk menjaga agar konservasi ekosistem yang mereka rancang tidak rusak, pembuangan limbah rumah tangga sangat diperhatikan. Dia merancang "sistem satu laundry, satu dapur, dan satu sumur". Kegiatan mencuci pakaian dipusatkan di rumah seorang penghuni yang dekat dengan Sungai Pesanggrahan. Memasak dilakukan dengan menggunakan kayu bakar yang diperoleh dari ranting atau dahan pohon yang berguguran dan dipusatkan di rumah penghuni lain yang gemar memasak.

Agar lebih hemat, mereka menjalankan sistem barter. "Kami tetap dapat nota bon dari yang laundry, yang laundry dapat bon dari yang masak. Jadi, kami bisa bayar bukan dalam bentuk uang, tapi mencuci baju. Itulah yang dibilang ekonomi barter,"ujar ayah tiga anak ini.

Agar air tanah tidak cepat habis, kampung ini hanya memiliki satu sumur. Dengan menara air yang cukup besar, air dialirkan ke sepuluh rumah, musala, dan kafe. Menyiram rumput dan tanaman tidak menggunakan air tanah, melainkan dengan air kali irigasi, untuk menghemat air tanah.

Kampung ini memproduksi sendiri seluruh kebutuhan pangan sehari-hari bagi penghuninya, seperti beras bebas, pupuk, roti tanpa pengawet, keju, susu, madu, sayur-mayur, yogurt, dan ikan. Setiap penghuni bebas mengembangkan ide, minat, dan potensi untuk membuat kehidupan di kampung kecil ini semakin lengkap. Pengembangan produk terus dilakukan. "Di sini kami diajak untuk hidup produktif. Semua yang menghuni di sini punya potensi masing-masing," kata Teddy. "Ada yang potensinya jago bikin roti, makanya kami punya pabrik roti. Ada yang jago mengolah ikan, maka kami punya peternakan ikan."

Para penghuni kampung ini bercita-cita menjadi komunitas mandiri. "Semua kebutuhan dipenuhi dari sini semua. Kalau kita mau makan sesuatu, ya tanam dulu. Mau makan ikan, ya pelihara ikan. Mau minum susu, ya ternak sapi," ujarnya.

"Semua kebutuhan

dipenuhi dari sini ."

(Teddy)

Semua yang ada di Kampung 99 Pepohonan ini tak ada yang terbuang. Telur keong emas dan remah-remah sisa pembuatan roti dijadikan pallet untuk makanan ikan. Daun-daun untuk makanan rusa dan dijadikan kompos, yang kini selain dipakai sendiri juga sudah dijual. Ranting-ranting kayu untuk kayu bakar. Kotoran ternak dijadikan pupuk tanaman. Tulang-tulang ikan, ayam, bekas- makanan, dikumpulkan untuk makan ikan bawal. "Tidak ada yang terbuang, nggak ada yang mengendap," katanya.

Menurut Teddy, kini hasil Kampung 99 Pepohonan berlimpah, lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan para penghuninya. Produk seperti yogurt, beras, madu, cuka apel, ikan, dan sayuran sudah mulai dijual ke luar. Kegiatan menanam pun tak pernah berhenti. Setiap hari penghuni kampung ini menanam sepuluh pohon. Inovasi terus dikembangkan, mulai dari pembuatan cuka kelapa, hingga yogurt sukun. Juga memproses air irigasi untuk mandi agar pemakaian air tanah semakin berkurang. Mereka juga membuat pembangkit listrik tenaga kincir air.

Warga kampung itu juga terbuka menerima penghuni baru yang ingin hidup secara organik. "Satu RT saja kayak gini. Jika diterapkan untuk seluruh Indonesia, kita pasti akan kaya. Kita nggak perlu impor lagi, sudah cukup. Kalau perlu malah ekspor," ujar Teddy. (E2)

Aku berharap itu semua terjadi di desaku.
Saudara-saudara, teman-teman, ayo kembali ke desa tapi jangan kita bawa pulang sampah kota, apalagi sampah budaya. Kita tanam kembali kol yang dulu sempat mengharumkan desa kita.

Senin, 17 November 2008

Cinta sebuah kata Kerja

Rabu malam, seperti biasa aku harus mengajar Bahasa Inggris kepada teman-teman Pesma Al-Ausath. Pertemuan pertama telah terlewati dan ini pertemuan ke dua. "Teman-teman semua, pada sore ini kita akan membahas tentang part of speech. Ada yang tahu apa itu part of speech?" kata ku pelan. Anak-anak mulai gaduh. Ada yang bengong ada yang bertanya kepada tetangga, dan beragam aktifitas lain. Materi pun mengalir sampai aku bertanya kembali. "Sekarang kata Love. Ada yang tahu "love" kata kerja atau kata benda?" Anak-anak kembali gaduh lagi. Sebagian ada yang berteriak, "Kata kerja… Contohnya kata I love u." Sebagian yang lain melonjak, "Kata benda… contohnya kata I fall in Love." Dalam hati aku merasa bangga juga karena anak-anak tampak antusias.

Tapi, tiba-tiba otakku berhenti bekerja. Jika love adalah kata benda, mengapa ia diikuti kata kerja yang negative? Pikiranku melompat ke bahasa Indonesia, "…. Jatuh cinta, mabuk cinta… kenapa tidak bangun cinta atau sadar cinta…"

Hufh…

Aku berpikir seandainya pusat bahasa mencabut cinta dari kata benda. Kasian cinta selalu terpuruk. Alangkah indahnya ketika kita masukkan ia dalam kata benda saja.

I love u mom.

Alih-alih mengatakan,

I fall in love with her.

I am falling in love

Kasihan… cinta membuatnya terpuruk, jatuh, dan ambruk.

Orang Indonesia bilang:

Aku sedang mabuk cinta.

Kasihan… cinta membuatnya tidak sadarkan diri, melayang, dan mimpi.

Seandainya semua orang bisa mengatakan cinta dalam kata kerja pada sang pemilik cinta, bumi ini pasti damai. Cinta itu akan menjadi daya gerak yang menakjubkan. Cinta itu akan dibuktikan karena cinta adalah kerja, bukan benda yang membuat mabuk atau jatuh.

Ayo teman, buktikan cintamu!!!

Kepada yang Takut Menikah

"Seorang laki-laki tertimpa kelaparan," kata Abu Hurairah dalam Ad-Dalail, "Istrinya pun berdoa, 'Ya Allah limpahkanlah rezeki-Mu kepada kami apa yang cukup untuk menjadi adonan kami dan roti kami.' Ketika suaminya pulang, nampannya penuh dengan adonan dan di atas tungku terdapat daging yang siap dimasak serta penggilingan mereka bekerja."

"Suaminya bertanya," sambung Abu Hurairah, "Dari mana semua ini?" Istrinya menjawab, "Rezeki dari Allah." Maka ia menyapu apa yang ada di sekeliling penggilingan. Rasulullah bersabda, "Seandainya ia membiarkannya niscaya penggilingan itu akan berputar atau menggiling sampai hari kiamat."

***

Rasulullah menceritakan sepasang suami istri yang saleh. Keduanya dalam keadaan sangat lapar. Saking laparnya, suaminya tidak tahan berdiam di rumah. Ia pun keluar. Lalu si istri berdoa kepada Allah agar memberinya rezeki sebuah penggilingan dan memberinya adonan untuk membuat roti. Allah mengabulkan doanya. Ketika sang suami pulang, nampan besar yang biasa digunakan untuk mengaduk adonan telah penuh dengan adonan, dan penggilingan terus berputar menggiling biji-bijian, sementara di atas tungku terdapat daging yang melimpah siap untuk dimasak.

"Dari mana ini?" Tanya sang suami. "Rezeki dari Allah," jawab sang istri. Lalu suaminya menyapu remahan di sekeliling penggilingan. Rasulullah menyampaikan bahwa seandainya laki-laki ini membiarkan penggilingan bekerja, pengilingan itu akan terus bekerja sampai hari kiamat.

Ada yang tidak percaya dengan kisah ini? Eits, jangan lupa bahwa itu adalah rezeki Allah kepada hamba-hamba-Nya yang saleh sebagai karamah bagi mereka dan Allah berkuasa atas segala sesuatu. Hal seperti itu sudah sering terjadi pada masa Rasulullah dan para shahabat. Allah melimpahkan makanan dan minuman. Mereka makan dan minum dari makanan dan minuman yang sejatinya hanya cukup untuk sedikit orang saja.

Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis

1. Adanya karamah bagi hamba-hamba Allah yang saleh. Hal ini ditetapkan oleh banyak dalil yang sampai pada tingkat mutawatir. Beriman kepada karamah para wali termasuk aqidah ahlus sunah wal jamaah. Akan tetapi, karamah hanya terjadi pada para wali yang benar-benar bertakwa. Sesuatu yang di luar batas kewajaran mungkin saja terjadi pada orang terusak di muka bumi ini, dan di antaranya adalah Dajjal yang telah diberitakan oleh Rasulullah. Kita tidak boleh memberitakan karamah seorang hamba Allah sebelum diyakini kebenarannya atau dengan kesaksian atau penglihatan.

2. Besarnya keutamaan doa. Allah telah mengabulkan doa wanita ini. "Dan Rabbmu berfirman, 'Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku perkenankan bagimu." (Ghafir: 60).

3. Adanya orang saleh pada zaman umat terdahulu.

4. Dari hadis ini kita mengetahui bahwa manusia sejak dulu telah mengenal adonan dan roti. Mereka mengenal penggilingan untuk menghaluskan biji-bijian, nampan untuk adonan, dan cetakan untuk membuat dan mematangkan roti.

Keterangan:

Hadis ini disebutkan oleh Syaikh Nashiruddin Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah (6/1051), no. 2937.

Dia menisbatkannya kepada Thabrani dalam Mu'jamul Ausath dalam Ad-Dalail, Bazzar dalam musnad-nya, Ahmad dalam musnad-nya. Dia menyebutkan ucapan Al-Haitsami tentangnya dalam Majmauz Zawaid, "Diriwayatkan oleh Ahmad, Bazzar, Thabrani dalam Al-Ausath dengan riwayat yang senada, rawi-rawinya dalah rawi-rawi hadis shahih, selain Syaikh Bazzar dan Syaikh Thabrani, dan keduanya adalah tsiqqah."

Minggu, 16 November 2008

I love u mom

Ketika aku mencoba menerangkan cinta, yang ada adalah wajahnya
Ketika aku mencoba menerjemahkan sayang, yang ada adalah senyumnya
Ketika aku mencoba mengingat wajahnya, cinta itu benar-benar ada
ketika aku mencoba mengingat senyumnya, rasa sayang itu memenuhi semua rongga dada
Aku tak punya cukup kosa kata untuk mengucap rasa yang membuncah dalam hatiku
Aku tak punya cukup keberanian untuk sekadar meminta maaf
Aku hanya punya harapan ia akan meridhaiku ketika kuucap "I LOVE U MOM"
Maafkan kesalahanku ibu...